13 Mei 2008

UASBN, Ujian di Tengah Keterbatasan

KOMPAS/LASTI KURNIA / Kompas Images
Tanda ruang ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) disiapkan guru, sementara murid kelas VI di SDN Sadar Manah di Kampung Tipar, Campaka Mulya, Cianjur, Jawa Barat, mengerjakan ujian akhir sekolah (UAS), Senin (12/5). Pelaksanaan UAS yang berdekatan dengan UASBN otomatis membuat siswa selama empat hari berturut-turut harus berjuang menempuh ujian yang menentukan hasil dari perjuangan mereka selama enam tahun.

Selasa, 13 Mei 2008,
Cianjur, Kompas - Sejumlah sekolah di kawasan Cianjur selatan, Jawa Barat, bersiap menyambut ujian akhir sekolah berstandar nasional atau UASBN di tengah keterbatasan sarana, fasilitas, dan guru. Batas standar nilai minimal yang ditetapkan adalah 2,0-3,5.

Kepala SDN Sadar Manah, Kecamatan Campaka Mulya, Cianjur, Edi Sudrajat, Senin (12/5), mengatakan persiapan dilakukan dengan pengayaan selama sebulan. Dalam UASBN pertama ini, sekolah bersama komite sekolah menetapkan batas standar nilai UASBN 3,5 untuk 3 mata pelajaran: Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam.

"Kami tidak targetkan tinggi-tinggi karena melihat hasil evaluasi pra-UASBN dan kondisi sekolah. Dalam simulasi UASBN, dari 40 pertanyaan, siswa rata-rata bisa menjawab 60 persen. Tetapi kami khawatir anak-anak grogi karena ada pengawas dari sekolah lain," ujarnya.

Di SDN Sukatani, Kecamatan Cibinong, murid disiapkan melalui pengayaan materi. Kepala SDN Sukatani Tukirin mengatakan siap untuk UASBN. Pengawas sekolah dari Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Cibinong, Sudarman, mengatakan, batas standar nilai kelulusan minimun 2-2,85.

Sementara itu, walau belum terakreditasi, sekitar 10 sekolah di Kabupaten Gunung Kidul, DIY, tetap melakukan UASBN. Kebijakan itu diambil karena kendala geografis sehingga siswa tak bisa digabung dengan sekolah lain.

Beberapa pengelola sekolah dasar di Kota Semarang, Jawa Tengah, mempertanyakan beberapa prosedur, misalnya penetapan nomor ujian dan cara pengisian nomor urut yang berubah-ubah. Demikian dikatakan Kepala SDN Taman Pekunden, Kota Semarang, Budi Rekiyowati. "Namun sekolah siap melaksanakan," katanya.

Yohanes Subekti, guru kelas VI SD Badan Pendidikan Kristen Nasional (Bapkrin) Kota Semarang, mengungkapkan, tidak adanya kisi-kisi soal UASBN menyulitkan guru dalam mengajar. "Berbeda dengan SMA, sebelum UN mereka mendapat Standar Kompetensi Lulusan," katanya.

Di Kota Cimahi, walau optimistis memasang target kelulusan minimal 98 persen, Dinas Pendidikan Kota Cimahi fokus pada mental siswa saat mengerjakan soal. (INE/CHE/WKM/A08/MDN)

Tidak ada komentar: