
Hanisah (73-kanan) didampingi kakaknya Hatijah (78) menunjukkan uang bantuan langsung tunai (BLT) yang diterima di Kantor Pos Besar Makassar, Sabtu (24/5). Mereka merasa bahagia menerima BLT, namun tak tahu kalau harga bahan bakar minyak naik. SP/Kiblat Said
[BANDUNG] Pemerintah memenuhi janjinya untuk langsung menyalurkan dana bantuan langsung tunai (BLT) mulai Sabtu (24/5), sebagai kompensasi bagi kaum miskin menyusul kenaikan harga BBM. Bak kejatuhan durian runtuh, warga miskin umumnya mensyukuri uang Rp 300.000 yang diperolehnya.
Namun, kemelaratan selama ini menyebabkan uang sebanyak itu tak bertahan lama. Seperti pengakuan Sukanda (36), yang sehari-hari berprofesi sebagai buruh bangunan. Menurut ayah satu anak ini, dengan pekerjaan yang tidak menentu, pemberian pemerintah itu sangat diharapkannya. "Maklum saja, saya biasa bekerja satu bulan, tapi dalam dua bulan berikutnya belum tentu ada pekerjaan," ujarnya saat ditemui seusai mencairkan dana BLT di Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunyi Kidul, Kota Bandung.
Sukanda mengungkapkan, uang Rp 300.000 yang diterimanya bakal digunakan melunasi utangnya ke SD Bojong Koneng, tempat Dian Ramdani (6), anaknya bersekolah. "Uang pembangunan sekolah itu Rp 400.000. Untungnya bisa dicicil," katanya.
Kepahitan serupa diakui Wahyu Hasan (58). Meski menerima Rp 300.000, dia harus berpikir keras menghadapi beban hidup yang bertambah berat. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang becak ini percaya, kenaikan harga BBM bakal memicu harga-harga barang kebutuhan lainnya.
Meski tinggal menerima uang tersebut, Wahyu mengaku merasa lebih terhormat bila diharuskan bekerja terlebih dahulu. "Biar begini juga saya masih kuat untuk mengangkut-angkut, seperti buang sampah," ujarnya.
Tak Tahu BBM Naik
Di Makassar, dua janda yang sudah renta, Hanisah (73) dan Hatijah (78), warga Jalan Kubis Lrg I 23 W, Kecamatan Bontoala, merasa bahagia menerima dana BLT. Saking bahagianya, kakak beradik itu berulang kali menciumi lembaran uang seratusan ribu rupiah yang diterimanya dari tangan petugas di Kantor Pos Besar Makassar.
Dalam dialek Bugis, Hanisah mengisahkan, menghadapi sisa hidupnya, ia masih ditemani dua anaknya, Salma dan Bahar. Sayangnya, Salma tak bisa bekerja karena tunanetra, sedangkan Bahar hanya kenek sopir angkot dengan penghasilan yang pas-pasan. Sedangkan Hatija punya seorang putra, H Uri yang merantau ke Papua.
Pada Jumat (23/5), Hanisah dan Hatijah diberi kartu BLT dari ketua RT setempat. "Pak RT yang suruh ke sini membawa kartu ini," ujar Hanisah.
Ironisnya, kedua warga miskin yang tinggal berdekatan itu dengan polos mengaku tak tahu kalau harga BBM sudah naik. "Saya tak tahu harga minyak naik. Saya cuma dikasih kartu dan disuruh Pak RT untuk ambil uang," kata Hanisah.
Uang Rp 300.000 itu akan digunakan membeli beras dan untuk berobat. Berbekal kartu Askeskin, setiap minggu Hanisah memeriksakan kesehatannya ke puskesmas, karena mengidap gangguan pernapasan. Sedangkan Hatijah sukar berjalan jauh karena rematik yang menyerang kedua lututnya sejak puluhan tahun silam.
Ihwal pencairan dana BLT tahun ini, relatif berjalan lancar. Tidak tampak warga yang berdesak-desakan sebagaimana pemandangan saat pembagian BLT tahun 2005. "Kalau sekarang tenang, tidak usah berdesakan. Prosesnya juga cepat, diberi tahu hari ini bisa mengambil, langsung bisa diterima. Tidak perlu menunggu-nunggu," kata Wahyu.
Dari Kupang, NTT dilaporkan, pembagian kupon BLT mulai menuai masalah. Di Kelurahan Naimata, ratusan warga melakukan aksi protes terhadap perangkat kelurahan karena nama mereka tidak tercantum sebagai penerima BLT. [148/153/120]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar