Korban, sebut saja Menuk (10), menyampaikan hal itu kepada salah seorang korban lain dan orangtua korban. Menuk menyampaikan hal itu sepekan setelah kasus penodaan dua siswi tersebut terungkap akhir April.
Menuk tidak berani mengadukan kasus tersebut kepada ibunya karena diancam Rud. Menuk, kini siswi kelas V SD, mengaku dinodai Rud setahun lalu. Awalnya, Menuk diajak main "dokter-dokteran", sebelum ditelanjangi, dan dinodai di sebuah rumah kosong.
Menur (9), salah seorang korban, serta orangtuanya, Murni (32) dan Maman (35), mengatakan hal itu ketika ditemui di rumahnya, Jumat (2/5). Rumah Menur kosong ketika Kompas mendatanginya kemarin siang.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Pandupraja, yang dihubungi terpisah, mendesak polisi agar mengembangkan penyelidikan adanya korban lain. Polisi harus ikut mendorong meyakinkan orangtua korban lain agar mau melaporkan kasus yang dialami putrinya. "Dari pola penodaan, tersangka utama, Rud, diduga sudah berulang kali menodai lebih banyak siswi SD," ujar Pandupraja.
"Kasus ini bisa berdampak panjang terhadap penderitaan korban. Sebaiknya orangtua tidak menyembunyikan kasus yang dialami putrinya hanya demi menutup aib. Langkah penyembuhan psikis bisa cepat dilakukan," kata Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.
Membantah
Menur, dan Menik (10) anak Marni (28), diduga dinodai secara bergiliran oleh Rud, Ald (14), Ry (11), dan Oki (10) pada Kamis (20/3) selepas magrib. Menurut Murni, saat melaporkan kasusnya ke Kepolisian Sektor Metro Limo, polisi berulang kali membujuk agar kasus pidana ini diselesaikan secara kekeluargaan, tetapi Murni dan suaminya menolak.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Metro Depok Komisaris Besar Imam Pramukarno melalui pernyataan tertulisnya, Rabu, mengatakan, pihaknya menyampaikan terima kasih kepada Murni yang menyampaikan pengaduan kepada Kompas. "Hal ini sebagai masukan bagi Polres Metro Depok," tutur Imam.
Menurut Imam, berkaitan dengan tidak ditahannya empat anak sebagai tersangka, hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Ayat 4 KUHP. Pertimbangannya, para tersangka itu masih anak-anak, masih di bawah umur, dan masih sekolah di SD.
Pihak penyidik juga memilih alternatif para tersangka tidak ditahan, tetapi proses penyidikan tetap dilakukan, kata Imam, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Berkas perkara telah diserahkan kepada pihak jaksa penuntut umum," tuturnya lagi.
Pihak penyidik, kata Imam, juga tetap mengawasi pihak tersangka dengan wajib lapor dua kali dalam seminggu pada hari Senin dan Kamis.
"Kami memastikan kasus ini akan segera diajukan ke persidangan setelah berkas perkara dianggap lengkap oleh pihak kejaksaan," kata Imam.
Menurut Imam, pihaknya juga telah melakukan pengecekan kepada semua anggota yang menangani kasus ini, dan tidak ada indikasi akan mendamaikan perkara ini.
Polisi datang
Murni dan suaminya menjelaskan, Rabu malam, penyidik Brigadir Kepala Sukasto dari Polrestro Depok memang ke rumah mereka bersama seorang polisi wanita, dengan membawa sejumlah foto polisi. Murni dan suaminya diminta kedua polisi menunjuk anggota polisi yang membujuk agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. "Saya tunjuk, ini orangnya," kata Maman.
Sampai sekarang, Menur dan Menik tidak mau sekolah. Mereka takut ke sekolah karena melihat para tersangka yang menjadi tetangga mereka masih bebas.
Menurut Arist, harapan orangtua korban dimungkinkan Pasal 23 Undang-Undang No 37/1997 tentang Pengadilan Anak. "Tersangka bisa dikenai tahanan rumah," ucapnya. (MUK/WIN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar