30 April 2008

UN Belum Terbukti Dongkrak Mutu Pendidikan

suara pembaruan 30-4-2008 - Kebijakan ujian nasional (UN) harus dikaji ulang. Sebab, tidak ada bukti bahwa UN mampu mendongkrak mutu pendidikan dalam jangka panjang.

"Korelasi UN dengan peningkatan mutu baru berupa hipotesis dan asumsi akal sehat, belum ada buktinya. Di Finlandia, tanpa UN mereka toh tetap terbaik di dunia dalam pendidikan dasar dan menengahnya," kata pengamat pendidikan dari The Centre for The Betterment of Education (CBE) Ahmad Rizali, kepada SP, di Jakarta, Minggu (26/4).

Rizali menerangkan, kebijakan penyelenggaraan UN sebetulnya tidak sinkron dengan amanat Undang-Undang (UU) 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang memberi kewenangan kepada guru untuk menilai sendiri kinerja muridnya. "Merekalah (guru) pihak yang paling berhak menyatakan lulus atau tidak anak didik," katanya.

Dia mengemukakan, terungkapnya kasus kecurangan dalam UN, salah satunya juga karena bangsa ini tidak pernah siap diuji dan siap gagal, "Semua harus berhasil, sehingga kegagalan dianggap aib. Karena kekhawatiran akan aib tersebut, segala cara, yang sebetulnya sama aibnya dilakukan, agar lulus ujian," ucapnya.

Jika guru bersikap curang dalam UN, lanjutnya, itu pun tidak mengejutkan, karena dalam kasus uji portofolio dalam uji sertifikasi guru saja, sedikitnya 36 persen guru berlaku curang dengan memalsukan tanggal, nama dan foto dokumen yang diujikan.

Menurut Rizali, yang mesti dilakukan pemerintah pada tahap pertama adalah UN hanya dipakai sebagai alat pemetaan mutu pendidikan di seluruh Indonesia dan dijadikan bahan evaluasi perbaikan masukan instrumental. Dengan cara ini, terangnya, anggarannya pun akan lebih murah, karena pakar penelitian dan statistik akan dengan mudah menentukan sekolah mana yang akan dievaluasi dengan mempertimbangkan semua kondisi nyata di Indonesia, dari desa, daerah terpencil dan tertinggal, maupun daerah kaya dan miskin dapat diperhitungkan.

"Hasil evaluasi dipergunakan untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah-sekolah mulai dari kualitas guru, metode hingga sarana dan prasarananya," katanya.

10 Tahun

Tahap berikutnya, jika kondisi pendidikan di sekolah-sekolah di seluruh Nusantara sudah tidak berbeda. "Barulah, mungkin di tahun ke-10, UN dilaksanakan serempak di Indonesia dan ditetapkan sebagai alat kelulusan siswa," katanya.

Senada dengan itu, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) HAR Tilaar mengatakan, evaluasi proses belajar harus dibedakan dengan penilaian oleh pemerintah. Evaluasi belajar dilakukan terhadap proses belajar peserta didik terus-menerus dan secara keseluruhan pribadi anak oleh pendidik.

Sedangkan, penilaian oleh pemerintah untuk melihat kebijakan yang harus diambil setelah melihat atau mengumpulkan data di lapangan. "Penilaian yang dilakukan pemerintah, seperti UN, tidak bisa menentukan kelulusan seorang siswa. Ini yang harus dipahami," katanya.

Diterangkan, penilaian oleh pemerintah itu untuk melihat dan mengetahui kondisi nyata kualitas pendidikan, sehingga negara dapat menyiapkan rancangan menuju standardisasi.

Pembodohan

Pada dasarnya, kata Tilaar, standardisasi dapat kapan saja, tetapi untuk itu harus dipetakan lebih dulu posisi pendidikan nasional.

Tilaar menegaskan, UN sebagai pembodohan. Tidak hanya kepada murid, tetapi juga kepada rakyat. Terbukti setelah UN beberapa tahun terakhir, tidak terdengar pemerintah melakukan perbaikan nyata berdasarkan hasil ujian secara nasional.

Terkait dengan UN, Wakil Gubernur (Wagub) Bengkulu, Syamlan di Bengkulu, Senin (28/4) meminta aparat di Bengkulu untuk menangkap oknum yang mengedarkan kunci lebar jawab komputer (LJK) kepada para peserta UN tingkat sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) di daerah ini. Pasalnya, tindakan oknum tersebut meresahkan masyarakat.

Ketua Panitia UN Provinsi Bengkulu, Gitas Sirait yang dihubungi di Bengkulu, Senin mengatakan, pihaknya bersama polisi sedang melacak oknum yang mengedarkan kunci LJK UN tersebut.

"Kita berharap oknum yang sengaja mengedarkan kunci LJK kepada peserta UN di Bengkulu segera tertangkap dalam waktu dekat, sehingga dapat diproses secara hukum," ujarnya.

Sedangkan dari Padang, Sumatera Barat dilaporkan, belum ada indikasi pembocoran soal UN di daerah itu. Sementara itu, dari Serang, Banten diberitakan, sedikitnya 2.649 siswa SMA, MA dan SMK se-Provinsi Banten diberi kesempatan untuk mengikuti ujian nasional (UN) susulan sejak Senin (28/4) sampai Rabu (30/4).

Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Dadang Sofyan, Minggu (27/4) memaparkan, dari 2.649 siswa yang akan mengikuti ujian susulan itu, SMK sebanyak 1.100 siswa dan untuk SMA dan MA sebanyak 1.549 siswa. [BO/143/149/ W-12]

1 komentar:

weldy2001 mengatakan...

UN tetap perlu sebagai salah satu faktor untuk tetap memotivasi siswa belajar. Untuk meminimalisir kecurangan dalam UN, hentikan sistem pilihan berganda, ganti dengan sistem ESSAY. gitu aja, trims