Kompas 3/4/2008 - Kegiatan pemantapan di sekolah berupa pelatihan intensif soal-soal ujian dan kehadiran bimbingan belajar guna menghadapi kedua ujian tersebut sesungguhnya pertanda takut dan ”terteror”-nya masyarakat. Konsentrasi pendidikan beralih kepada sekadar lulus ujian. Makna dan tujuan pendidikan ikut tereduksi.
Kekhawatiran masyarakat muncul lantaran ujian nasional (UN) untuk SMP dan SMA/SMK serta ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) untuk SD ikut menjadi penentu kelulusan.
”Tidak ada penilaian pencapaian siswa secara keseluruhan sebagai satu kesatuan,” kata pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof Hamid Hasan, Rabu (2/4).
Pada tahun-tahun sebelumnya terdapat banyak siswa yang belum berhasil lulus UN sehingga harus mengikuti Paket B dan C atau tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Menurutnya, bimbingan belajar pada dasarnya bersifat darurat. ”Kalaupun terdapat bimbingan dan relasi yang dekat antara tutor dan siswa, itu pun dalam rangka berlatih mengerjakan soal, bukan bimbingan untuk mengembangkan kreativitas, pola berpikir, rasa ingin tahu, wawasan, dan sikap,” ujar Hamid.
Menurutnya, bimbingan itu hanya bermanfaat ketika mengerjakan soal, sedangkan potensi-potensi anak sesungguhnya tidak terbina di bimbingan belajar. Bahkan, bisa menimbulkan hal negatif yakni keyakinan menempuh cara lebih cepat guna men- capai tujuannya, yakni hanya lulus menjawab soal. Ini menciptakan mental menerabas,” ujarnya.
Dengan adanya UN, belakangan muncul kekhawatiran sekolah ikut berubah fungsinya menjadi bimbingan belajar melalui kegiatan pelatihan soal-soal ujian, seperti program pendalaman dan pengayaan materi. Kondisi tersebut dikhawatirkan bisa mereduksi makna pendidikan.
Tujuan jangka pendek
Koordinator Education Forum, Abduhzen, berpendapat senada. Bimbingan belajar dan pelatihan soal-soal ujian bertujuan jangka pendek, yakni lulus ujian. Kekhawatiran orangtua akan tidak lulusnya anak-anak mereka menjadi peluang bagi lembaga bimbingan belajar.
Sekolah juga belakangan menyediakan waktu khusus untuk kegiatan pelatihan soal. ”Ketika tujuan bersekolah hanya untuk lulus ujian, visi hidup dan pembentukan karakter tidak terbicarakan. Padahal, sebagian besar waktu anak berada di sekolah. Tujuan pendidikan yang sejati yaitu membangun manusia yang utuh dan mencerdaskan semakin jauh,” ujarnya. (INE)
03 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar