Ahmad, Kepala Sekolah SDN Cibeber 5, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mengatakan, dana >small 2
”Masyarakat tahunya sejak ada dana BOS tidak boleh ada pungutan apa pun,” kata Ahmad. ”Padahal sekolah tidak punya dana, sehingga supaya proses belajar-mengajar tidak terganggu saya harus cari pinjaman dulu,” tambahnya.
Dana pinjaman itu, lanjut Ahmad, terutama untuk pembelian alat-alat tulis dan honor guru sukarelawan. Sekolah yang sudah memakai whiteboard ini terkadang terpaksa memakai papan tulis kapur kembali jika spidol guru sudah habis.
Kesulitan menyiasati dana BOS yang turun di akhir triwulan itu juga dirasakan Suma, guru sekaligus bendahara SDN Sukamulya 2. Para guru kelas terpaksa memakai uang pribadi terlebih dahulu untuk kebutuhan alat tulis dan fotokopi jika dana BOS tidak mencukupi.
”Sekolah ini ya cuma punya uang dari BOS. Sekolah memang harus punya strategi untuk bisa memaksimalkan dana BOS yang sebenarnya masih minim,” ujar Suma.
Sekolah terpaksa membatasi kesempatan siswa untuk ikut beragam kegiatan atau lomba yang bermanfaat untuk pengembangan diri karena dana BOS tidak mencukupi. Apalagi sekolah ini berada di lokasi yang sulit dijangkau karena kondisi jalan yang buruk menyebabkan biaya transportasi untuk sampai ke kecamatan saja bisa mencapai Rp 50.000 untuk pergi dan pulang.
Basuki, Kepala SMPN 1 Cibeber, menjelaskan, sejumlah kepala sekolah sebenarnya sudah menyampaikan keluhan ini ke dinas pendidikan. Mereka mengharapkan penyaluran dana BOS supaya bisa dicairkan di awal triwulan sehingga sekolah punya uang untuk bisa memenuhi kebutuhan operasional sekolah selama tiga bulan berikutnya.
”Tapi sampai sekarang belum ada perbaikan. Belum lagi kadang-kadang dana BOS juga telat untuk bisa dicairkan,” kata Basuki.
Terganjal birokrasi
Kepala Dinas PendidikanProvinsi Banten Eko Endang Koswara, Rabu (2/4), mengatakan, penyaluran dana BOS ke sekolah- sekolah seringkali terlambat karena terganjal aturan administrasi pencairan dana dari pemerintah pusat ke daerah. Karena itu, perlu ada solusi agar ada cara yang lebih efektif untuk memberi kepastian penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah.
”Tahun ini sebenarnya bisa dikatakan lebih baik. BOS triwulan pertama bisa cair tepat di akhir triwulan. Biasanya sampai menunggu enam bulan karena harus membereskan urusan administrasi, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga sekolah,” kata Eko.
Menurut Eko, penyaluran BOS ke sekolah-sekolah ini tidak bisa langsung di awal tahun karena ”ketok palu” Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga baru sekitar Februari. Untuk mencairkan dana itu banyak ketentuan formal yang mesti dipenuhi supaya tidak melanggar ketentuan yang ada.
Penyaluran dana BOS ini dilakukan mengikuti aturan proyek. Setelah ada surat keputusan penggunaan anggaran, manajemen BOS, kesepahaman kerja sama, dan sekolah sudah bisa memenuhi syarat-syarat administrasi, baru dana BOS bisa dicairkan.
”Dana BOS ini tidak seperti gaji yang otomatis cair setiap bulan. Untuk bisa membantu penyaluran dana BOS yang rutin, Departemen Pendidikan dan Departemen Keuangan bisa saja mengubahnya menjadi seperti urusan gaji, misalnya. Ini bisa memberi kepastian ke sekolah," ujar Eko.
Kebijakan pemerintah yang mengalokasikan BOS, terutama untuk menunjang program pendidikan dasar sembilan tahun, diakui memang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Di daerah pedesaan, kucuran dana BOS mampu meringankan beban masyarakat untuk membiayai sekolah anak-anak mereka. Kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan minimal ke jenjang SMP pun semakin meluas hingga ke masyarakat di wilayah terpencil. (ELN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar