28 April 2008

Ujian Nasional, Guru di Sumut Akan Diproses Pidana

Kompas, Minggu, 27 April 2008, Kendari, Antara - Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menyatakan, guru dan kepala sekolah yang terlibat dalam kasus pembocoran soal serta kecurangan pada pelaksanaan ujian nasional tingkat SLTA akan diproses secara pidana.

”Saya telah menyurati Kepala Polri untuk memidanakan oknum guru dan kepala sekolah yang membocorkan soal UN (ujian nasional), dengan tembusan (ke) Presiden dan Wakil Presiden serta Menteri Dalam Negeri,” kata Bambang di Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (26/4).

Sebagaimana diberitakan, UN tingkat SLTA tahun ini diwarnai dengan kebocoran soal dan kecurangan. Rabu lalu, anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) bahkan menggerebek SMA Negeri 2 Lubuk Pakam, Deli Serdang, untuk membuktikan kecurangan tersebut. Siang itu sejumlah guru tepergok sedang membetulkan lembar jawaban siswa peserta UN.

Menurut Bambang, soal dan lembar jawaban UN adalah bagian dari dokumen rahasia negara yang tidak boleh disebarluaskan secara bebas. Karena itu, mereka yang terbukti menyebarluaskannya secara bebas akan berhadapan dengan hukum. ”Saya sangat serius dengan persoalan ini karena perbuatan tersebut mencederai kesucian dari lembar jawaban UN,” ujarnya.

Bambang menambahkan, kejujuran dalam mengerjakan soal UN lebih penting daripada menghasilkan nilai yang tinggi, tetapi tidak memiliki akhlak dan moral yang baik. Jika target nilai UN yang ditetapkan dapat dicapai dengan mengutamakan kejujuran, katanya, hal itu jauh lebih baik daripada nilai yang dihasilkan lebih tinggi dari target, tetapi tidak menggunakan kejujuran.

Berlebihan

Terkait dengan kasus penggerebekan di Deli Serdang itu, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Medan, Prof Dr Belferik Manulang, kemarin di Medan, menyatakan, tindakan Densus 88 itu berlebihan. ”Ini bisa membuat sistem pengawasan UN amburadul. Densus bisa menangani persoalan apa pun di luar terorisme. Padahal, dalam prosedur pengawasan, sudah ada tim pemantau independen. Jika tim itu tidak bekerja maksimal, bukan menggantinya dengan Densus 88, tetapi mengevaluasi kerja mereka,” katanya.

Belferik menambahkan, penangkapan guru oleh Densus 88 sangat tidak wajar dan ini bisa membuat prosedur pengawasan menjadi kacau.

Menanggapi pendapat Belferik, Wakil Kepala Densus 88 Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Ricky F Wakanno mengatakan, penangkapan itu dilakukan berdasarkan laporan warga. Setelah warga memberikan informasi, ujarnya, tim Densus berunding sebelum memutuskan menangkap guru-guru tersebut. ”Kami meneruskan laporan masyarakat. Kebetulan daerah operasi kami saat itu berada di sekitar daerah itu,” kata Ricky.

Dia juga berpendapat penangkapan tersebut tidak menyalahi prosedur. Sebab, guru-guru itu telah membocorkan rahasia negara, yang bisa diancam hukuman pidana.

Pernyataan kecurangan

Menurut Kepala Subdinas Program Dinas Pendidikan Sumut Rosmawati Nadeak, pihak SMA Negeri 2 Lubuk Pakam sudah membuat surat pengakuan praktik kecurangan. Kini, katanya, sanksi harus diberikan. ”Sanksi itu mesti keluar dari kepala daerah setempat. Kami tidak mempunyai kewenangan langsung ke sekolah,” ujarnya.

Secara terpisah, anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Sumut, Parlindungan Purba, mengingatkan perlunya perlindungan guru dan siswa. Parlindungan yang sudah menemui pihak SMA Negeri 2 Lubuk Pakam berpendapat, kasus ini sebaiknya dijadikan momentum untuk mengevaluasi UN. Dia yakin praktik kecurangan yang dilakukan guru- guru itu tidak akan ada jika UN tidak dipaksakan di seluruh Indonesia. (NDY)

Tidak ada komentar: