28 April 2008

Laporan Kecurangan Nihil, Perguruan Tinggi Ragukan Hasil Ujian Nasional

Senin, 28 April 2008, Medan, Kompas - Sampai kemarin Tim Pemantau Independen Sumatera Utara tidak menerima laporan adanya kecurangan. Laporan kecurangan hanya mereka terima terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, setelah pihak kepolisian memergoki para guru membetulkan jawaban siswa.

”Sejauh ini tidak ada laporan kecurangan. Kecuali di Deli Serdang, semua berjalan sesuai dengan prosedur operasi standar. Kami mengetahui kasus yang sudah terjadi,” kata Sekretaris Tim Pemantau Independen (TPI) Sumut Mahdi Ibrahim, Minggu (27/4) di Medan. Laporan itu diterima dari seluruh sukarelawan yang bertugas di semua daerah.

Mahdi mengatakan, mereka tidak mengawasi soal yang sudah masuk dalam amplop sampai ke Kantor Dinas Pendidikan Deli Serdang.

Nihilnya laporan kecurangan ini berbeda dengan laporan Komunitas Air Mata Guru (KAMG). Anggota Dewan Pertimbangan KAMG, Deni Saragih, menilai laporan TPI tidak akurat. KAMG mencatat ada kecurangan di 31 sekolah di 6 kabupaten/kota.

Guru pengawas di Pematang Siantar, Teti Sihombing, diancam pihak sekolah karena menulis ada kecurangan—guru memberi jawaban kepada siswa saat ujian.

Sebelumnya, polisi menetapkan 16 guru dan Kepala SMAN 2 Lubuk Pakam sebagai tersangka pelaku kecurangan ujian nasional (UN). Mereka kedapatan membetulkan jawaban UN Bahasa Inggris siswa, Rabu (23/4). Sejumlah 284 siswa harus ikut ujian susulan Bahasa Inggris, Selasa besok.

Soal kunci jawaban mata ujian Matematika UN yang beredar pekan lalu, Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI) Firmansyah Noor mengungkapkan, kunci jawaban itu dipastikan palsu dan kebenarannya hanya 6 soal (17 persen).

Mulai Senin ini digelar ujian susulan sampai 30 April secara nasional. Di seluruh Provinsi DI Yogyakarta, Ketua Penyelenggara UN DIY K Baskara Aji mengungkapkan, 186 siswa SMK dan 106 SMA tak hadir saat ujian nasional pekan lalu dengan alasan sakit, bekerja, menikah, atau tanpa keterangan.

Sementara itu, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berpendapat, ujian nasional tidak seharusnya menjadi standar tunggal penentu kelulusan siswa. Itu disampaikan di hadapan ratusan warga Kulon Progo, Minggu, di Wates sebagai bagian dari Milad Ke-10 Partai Keadilan Sejahtera.

Menurut Hidayat, kondisi setiap sekolah di Indonesia berbeda tidak hanya kualitas guru, sarana dan prasarana, tetapi juga kemampuan siswa menyerap materi pelajaran. Karena itu, adalah tidak mungkin bila pemerintah mengharapkan hasil seragam dari sesuatu yang bersifat majemuk. Selain menyusahkan siswa, ujian nasional juga menyusahkan guru karena mereka bertanggung jawab dalam kelulusan siswa.

PTN ragukan hasil UN

Sementara itu, perguruan tinggi negeri (PTN) masih ragu menggunakan hasil UN sebagai salah satu pertimbangan seleksi masuk PTN. Ujian nasional dianggap belum mapan karena setiap tahun standar nilai minimal terus berubah dan terjadi kecurangan yang membuat hasil ujian nasional belum obyektif.

Rektor Institut Teknologi Bandung Djoko Santoso, akhir pekan lalu, mengatakan, guru memilih melatih muridnya menjawab soal ujian nasional sebanyak mungkin sehingga proses pembentukan nalar, logika, dan kreativitas tidak menjadi prioritas. Padahal, hal itu sangat dibutuhkan untuk belajar di perguruan tinggi.

Rektor Universitas Negeri Jakarta Bedjo Sujanto mengatakan, keraguan itu antara lain karena nilai ujian nasional belum sepenuhnya menggambarkan kemampuan siswa sebab masih banyak kecurangan terjadi. (YOP/DYA/JON/NDY/INE/eln)

Tidak ada komentar: