24 April 2008

Tiga Hari Untuk Selamanya...

KOMPAS/LASTI KURNIA / Kompas Images
Wijaya, penyandang tuna netra, mengikuti Ujian Nasional di sekolahnya di SMAN 66, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta, Selasa (22/4). Peserta berkebutuhan khusus seperti Wijaya, selain mendapat kertas ujian khusu yang dicetak dalam huruf braille, juga mendapat ruang ujian khusus dan dibantu petugas pengisi lembar jawaban dan seorang pembaca soal.

Kamis, 24 April 2008 

Isak tangis meledak begitu Ujian Nasional untuk mata pelajaran Matematika berakhir. "Saya tidak bisa mengerjakan. Soal-soalnya sangat sulit dan waktunya mepet," kata seorang siswa di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

Bukan cuma seorang siswa yang mengeluh demikian. Keluhan serupa dilontarkan sejumlah siswa lainnya yang baru saja mengerajakan soal Matematika pada hari pertama Ujian Nasional (UN), Selasa (22/4) lalu. Bahkan di Playen dan Patuk Gunung Kidul, terlihat sejumlah siswa yang bercucuran air mata saat perjalanan pulang ke rumah seusai UN. "Saya takut tidak lulus," kata seorang siswa SMA II Playen, sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya.

Di Kediri, Jawa Timur, lain lagi ceritanya. Tiga siswa terpaksa mengikuti ujian nasional di balik jeruji besi. Dua siswa mengerjakan soal ujian di sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (LP) kelas II Kediri, dan satu siswa terpaksa mengerjakan soal ujian di sel tahanan Kepolisian Wilayah (Polwil) Kediri.

Siswa yang mengikuti ujian di dalam LP adalah YA siswa SMA swasta di Kediri yang tersangkut kasus tindak pidana pencurian dan Rd siswa SMA negeri Kota Kediri yang tersangkut kasus narkoba. Adapun siswa yang berada di dalam sel Polwil Kediri adalah Sy, tersangka kasus pembunuhan terhadap rekan sekolahnya.

Menyontek di WC

Di Pekanbaru Riau, selama ujian nasional berlangsung, mendadak WC menjadi tempat paling favorit bagi siswa untuk "mencari inspirasi".

Puluhan murid terlihat silih berganti masuk dan keluar tempat buang air itu. Ternyata teknik mencari inspirasi di WC itu sangat ampuh, karena di dinding WC sudah tersedia kunci jawaban soal yang diujikan pada hari itu.

Kunci jawaban di WC sekolah terlihat di dua SMA negeri dan sebuah SMK negeri. Di sebuah SMA negeri lainnya di Kabupaten Bengkalis, kunci jawaban berada di kantin sekolah. Kelakuan murid keluar masuk WC tidak mendapat teguran dari pengawas.

Di Kota Cilegon, Provinsi Banten, tujuh siswa tidak ikut ujian nasional karena menikah sebelum ujian berlangsung.

Menurut data yang terhimpun Dinas Pendidikan Kota Cilegon, pada hari pertama, terdapat 46 siswa yang tak mengikuti UN. Mereka terdiri dari 19 siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), 23 siswa Sekolah Menengah Atas, dan 4 siswa Madrasah Aliyah.

Tujuh siswa diantaranya tidak mengikuti UN karena telanjur menikah sebelum waktu ujian tiba.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Eko Endang Koswara mengatakan, siswa tidak mengikuti UN bisa mengikuti ujian susulan dua pekan depan. Khusus untuk para siswa yang telanjur menikah, diberi kesempatan untuk mengikuti UN tahun depan. "Selain itu, mereka juga bisa mengikuti ujian persamaan Paket C yang juga diselenggarakan pemerintah," ujarnya.

Listrik padam

Di Samarinda Kalimantan Timur, ketenangan ujian nasional terganggu gara-gara listrik padam. Soal listrik padam, memang sudah lumrah di provinsi kaya minyak, emas dan batu bara ini.

"Namun listrik padam saat ujian nasional, benar-benar snagat disesalkan. Kami sudah minta pada PLN agar tidak ada pemadama listrik saat UN berlangsung. Nyatanya padam juga," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Mugni Badaruddin.

Langkah sejumlah sekolah yang menyalakan genset, justru menganggu konsentrasi siswa. "Suaranya bising," kata I Gusti Bagus Eri, siswa Kelas 3 Teknologi Informasi SMK Negeri 1 Samarinda. Namun siswa tak punya pilihan karena mengerjakan soal-soal ujian di kegelapan ruangan juga sangat menyulitkan.

Di SMK Kelompok Teknologi dan Industri (PU) Bandung, siswa juga terganggu oleh aksi unjuk rasa yang dilakukan pendukung masa yang kalah dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. Kebeutulan sekolah tersebut berdekatan dengan Kantor Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat. "Untung siswa-siswa bisa mengerjakannya dengan baik," kata Kepala SMK PU, Hidayat.

Di SMA 66 Pondok Labu, Jakarta, lain lagi ceritanya. Semangat siswa-siswa tunanetra untuk mengikuti ujian nasional, patut diacungi jempol. Meski indera mereka terbatas, namun mereka serius mengerajakan soal.

Dalam ujian nasional matematika, misalnya, mereka menjalani ujian di ruangan terpisah dari siswa lainnya. Meskipun soal UN sudah diterjemahkan ke huruf braille, sekolah menyediakan guru yang bertugas melingkari lembar jawaban UN, guru yang siap membacakan soal jika diminta, serta guru pengawas.

"Meskipun indera kami terbatas, tetapi kami juga ingin sukses seperti siswa lain," kata Arief, seorang siswa tunanetra yang mengikuti UN di SMAN 66 Pondok Labu, Jakarta.

Siswa tunanetra ini merupakan bagian dari 1,31 juta siswa SMA yang mengikuti UN tahun 2008. Selain itu ada pula 732.830 siswa SMK dan 950 siswa SMA Luar Biasa yang mengikuti UN.

Sebagian siswa yang mengikuti UN, ada pula yang sudah mendaftar dan membayar uang masuk perguruan tinggi. Seperti Rizki, siswa sebuah SMA di jakarta, dia sudah lolos seleksi dan membayar uang masuk sebuah perguruan tinggi swasta favorit di Jakarta sebesar Rp 28 juta."Kalau tidak lulus UN, uang pendaftaran diipotong Rp 5 juta," ujarnya.

Karena resiko ini, siswa umumnya belajar mati-matian untuk lulus UN. Belajar tiga tahun, ditentukan oleh UN yang tiga hari. "Tiga hari untuk selamanya" kata seorang siswa. Mirip film yang dibintangi Nicholas Saputra saja... (TIM KOMPAS)

Tidak ada komentar: