23 April 2008

Target Kelulusan Tinggi; Kepala Sekolah Diancam Dimutasi

Rabu, 23 April 2008Samarinda, Kompas - Sejumlah daerah menargetkan kelulusan cukup tinggi untuk ujian nasional tingkat SMA/SMK dan sederajat. Penambahan mata pelajaran yang diujikan menjadi enam bukan alasan untuk menurunkan persentase tingkat kelulusan siswa.

Di Samarinda, Kalimantan Timur, misalnya, Kepala Dinas Pendidikan Samarinda Mugni menargetkan kelulusan 98,5 persen. Artinya, hanya 159 dari 7.977 siswa SMA/SMK peserta ujian nasional yang ditoleransi tak lulus.

Mugni mengancam memutasi kepala sekolah SMA/SMK negeri yang tak berhasil melebihi target kelulusan siswa 75 persen. "Jika yang lulus cuma 75 persen, artinya kepala sekolah tak bekerja," ujarnya.

Di Kalimantan Barat, Kepala Dinas Pendidikan Kalbar Ngatman menargetkan angka kelulusan 2007 sebesar 77,73 persen, sedangkan tahun 2008 dinaikkan menjadi 80 persen. Meski demikian, dia menekankan target itu harus dicapai secara jujur. "Target itu sangat rasional dan tidak terlalu muluk," ujarnya.

Tahun ini ada 32.267 siswa SMA/SMK/MA se-Kalimantan Barat yang mengikuti ujian nasional.

Wali Kota Batam Ahmad Dahlan secara terpisah mengatakan, penambahan mata pelajaran yang diujikan menjadi enam cukup memberatkan siswa dan guru. Karena itu, target kelulusan cukup konservatif, yakni 80 persen dari jumlah peserta.

Di Jakarta, Kepala Seksi Kesiswaan Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta Budianto mengatakan tidak mematok secara khusus target kelulusan siswa, tetapi tahun lalu persentase kelulusan SMA negeri di Jakarta 98 persen dan swasta 92 persen.

Tinjau Garut

Sementara itu, pada hari pertama ujian nasional bagi siswa SMA kemarin, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah sekolah di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Garut dipilih karena nilai hasil ujian nasional Garut tahun lalu termasuk yang tertinggi di Jawa Barat. Selain itu, di Garut juga pernah terjadi kasus kecurangan sehingga harus ada perhatian khusus terhadap pelaksanaan ujian nasional di Garut. Pada kesempatan itu Mendiknas menemukan beberapa pelanggaran prosedur standar pelaksanaan ujian nasional.

"UN ini mahal. Selain untuk mengukur tingkat kemampuan siswa, ada aspek kejujuran di dalamnya sehingga UN tetap kita laksanakan," tutur Mendiknas. (BRO/WHY/FER/INE/ADH

Tidak ada komentar: