09 April 2008

Pengelelolaan Pendidikan Islam

Prof Dr Khoiruddin Nasution

Guru Besar Fak Syariah dan Pasca-Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ada beberapa program pendidikan unggulan yang dikelola Departemen Agama. Di antaranya Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia yang dimulai pada 2007/2008. Sekolah unggulan ini ada di dua kota, Serpong dan Gorontalo. Tes penjaringan calon siswa angkatan pertama pada13-14 Mei 2007 lalu.

Sebelumnya ada program santri berprestasi untuk mendapatkan pendidikan S1 di beberapa perguruan tinggi (PT) ternama, ITB, IPB, UGM, ITS, Unair, UIN, dan IAIN. Untuk tahun ajaran 2007 tes penjaringan 22 Februari 2007. Mulai 2007 disediakan beasiswa S2 bagi guru di sekolah yang ada di bawah Depag. Bagi guru bidang studi matematika, kimia, fisika, dan biologi disekolahkan ke UI, IPB, ITB, UPI, UGM, ITS, dan UN Malang. Guru bahasa Arab dan agama disekolahkan ke UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Bandung, UIN Malang, IAIN Semarang, IAIN Surabaya, dan IAIN Makassar. Ada pula program akselerasi di beberapa UIN dan IAIN yang sudah dimulai sejak 2007.

Program unggulan
Ketika Menteri Agama dijabat Munawir Sadjali ada program yang hampir sama dengan program unggulan tersebut. Untuk meningkatkan pendidikan SLTA dicetuskan program MAN-PK (Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus), sementara untuk tingkat PT ada program Pembibitan Dosen. Bibit-bibit yang lahir dari program ini tidak berlebihan untuk disebut cukup unggul, bahkan sudah mulai menuai hasil.

Hasil unggul di antaranya melahirkan sejumlah sarjana jenjang master (S2) dan doktor (S3) dari luar negeri, khususnya dari Amerika, Eropa, dan Australia. Bahkan, sebagian telah memegang peran pemimpin di Depag.

Namun, keberlanjutan program MAN-PK dan Pembibitan Dosen ini dapat dikatakan gagal. Demikian juga aset-asetnya sudah hampir punah tanpa jejak.

Ada minimal dua program pendidikan unggulan di tingkat SLTA dan Pendidikan Tinggi yang bagus pada masa Munawir Sadjali. Program Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MAN-PK) untuk pendidikan tingkat SLTA dan Program Pembibitan Dosen untuk pendidikan tinggi.

Alumni dari kedua program ini jelas terlihat mempunyai kelebihan dan sebagian di antaranya, khususnya dari alumni pembibitan, telah memainkan peran di lingkungan Depag, UIN, IAIN dan STAIN setelah menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 di luar negeri. Demikian pula alumni MAN-PK dapat dikatakan mendominasi mahasiswa ke luar negeri dari Depag untuk mengambil program S2 dan S3.

Program MAN-PK dan Pembibitan Dosen ini masih berlanjut sampai dengan masa Tarmizi Taher meskipun sudah mulai mengalami penurunan kualitas. Patut disayangkan begitu program khusus selesai, program punah seolah tanpa bekas. Padahal, dengan program khusus ini telah diberikan fasilitas sedemikian lengkap yang sebenarnya dapat dijadikan investasi untuk digunakan pada masa berikutnya.

Persoalan ini saya sebut mind-set proyek. Artinya, demikian proyek selesai disubsidi, program berhenti, tidak berlanjut. Sayangnya, kasus semacam ini tak hanya terjadi dalam pengelolaan program ini, tetapi kasus yang sama juga terjadi. Seolah sudah menjadi gambaran umum di departemen dan institusi mana pun di negeri ini.

Padahal, kalau dikelola secara baik dan profesional, aset dari program khusus dapat digunakan untuk keberlanjutan program, tanpa subsidi khusus lagi dari pemerintah. Maka di sinilah letak pentingnya perubahan mind-set, dari mind-set proyek menjadi mind-set investasi.

Perubahan paradigma dan manajemen
Penulis pernah berkeliling ke sejumlah kota untuk melihat aset peninggalan program unggulan/khusus Depag. Ternyata tak hanya aset peninggalan Program MAN-PK dan Pembibitan Dosen, tetapi termasuk program lain, seperti pembangunan asrama dan laboratorium. Aset asrama dan laboratorium, misalnya, tak hanya terbengkalai, tetapi lebih memprihatinkan lagi aset ini menjadi sumber penyakit dan menjadi beban institusi.

Contohnya asrama pelajar MAN Madiun dan MAN dan MTsN Pemalang. Asrama MAN 3 Malang yang masih berfungsi secara baik sampai sekarang. MAN 3 Malang satu-satunya lembaga penerima program khusus yang benar-benar dapat menggunakan dan mengelola aset secara baik. Artinya, setelah pemberhentian dana khusus untuk program khusus, sekolah ini dapat menggunakan aset dan menyelenggarakan pendidikan sebagai sekolah unggulan.

Jadi, aset yang diberikan dapat digunakan dan dilanjutkan seperti ketika disubsidi. Maka, sekolah ini tetap unggul meskipun dana unggulan tidak digulirkan lagi. Diharapkan lembaga-lembaga penerima subsidi khusus di masa tertentu harus dapat menggunakan asetnya untuk kelanjutan program usai pemberhentian dana/subsidi khusus.

Untuk menghindari terulangnya kasus yang sama, dana dan aset program MAN Insan Cendikia dan program Santri Berprestasi perlu pula ada perubahan paradigma dan manajemen, dari paradigma dan manajemen proyek menjadi paradigma dan manajemen investasi.

Mungkin agak mirip dengan ini adalah perubahan orientasi dari orientasi dagang menjadi orientasi dagang dan produksi. Untuk tujuan ini minimal ada tiga hal yang mendesak dilakukan.

Pertama, Depag harus mempersiapkan pengelola program secara profesional dan transparan. Dalam menentukan pengelola, program harus berdasarkan pertimbangan kemampuan/kompetensi, bukan struktural atau senioritas. Maksud transparansi adalah kesempatan menjadi pengelola dibuka secara terbuka, siapa pun boleh dan berhak mencalonkan diri sebagai pengelola. Pengelola yang terpilih adalah calon yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.

Untuk menilai dan memilih para calon sebaiknya ada juga tim yang profesional dan independen. Hasilnya pun diumumkan secara terbuka (transparan).

Kedua, calon pengelola dan seluruh unsur yang terlibat perlu diberikan pelatihan manajemen khusus yang bersifat profesional dan substansial pula, bukan formalitas. Dapat dimasukkan program kunjungan dan studi serius ke lembaga yang berhasil mengelola program sejenis, seperti ke MAN 3 Malang. Bahkan, tidak berlebihan ada kemungkinan untuk berkunjung dan menimba ilmu dan pengalaman ke luar negeri manakala dibutuhkan. Tetapi, perlu ditekankan pelatihan dan kunjungan di sini lebih bersifat profesional, substansial, praktis dan terapan, bukan formalitas dan teoritis.

Ketiga, perlu perencanaan matang. Program khusus ini seharusnya sudah dirancang secara terencana, serius, mendalam, rinci, praktis, dan transparan terhadap seluruh aspek yang terkait. Jelas untuk berapa lama, sumber dana, kesiapan dan persiapan guru serta pengelola, tersedia perangkat yang dibutuhkan, dan seterusnya.

Ada tiga catatan akhir yang ingin penulis sampaikan. Pertama, tidak berlebihan untuk mengusulkan agar Depag mencoba mencermati kembali aset miliknya untuk diberdayakan, khususnya aset dari program khusus yang dibeli dengan uang banyak. Kedua, program unggulan yang terbukti dapat memberikan kontribusi signifikan dalam proses pencerdasan anak bangsa, sebaiknya dipertahankan, bahkan perlu diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya, seperti Program Pembibitan Dosen dan MAN-PK.

Program Pembibitan Dosen masih berjalan sampai sekarang, tetapi dari sisi kualitas sudah jauh dari cita-cita semula. Ketiga, dalam pengelolaan dan pendanaan program unggulan, ada baiknya bekerja sama dengan pemerintah daerah. Dengan kerja sama ini diharapkan akan semakin banyak program pendidikan unggulan yang dapat mempercepat pencerdasan bangsa.

Tidak ada komentar: