suara pembaruan 30-4-2008 -- Akibat laporan orangtua siswa melalui telepon seluler milik Bupati Kabupaten Gowa Ichsan Yasin Limpo, Kepala SMPN 1 Bontomarannu, Saharuddin, diperiksa Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Saharuddin dituduh menjual buku seharga Rp 40.000 kepada setiap siswa kelas tiga di SMP itu.
Saharuddin bukanlah orang pertama yang dilaporkan orangtua siswa. Nasib serupa dialami Kepala SD Inpres Sicini, Kecamatan Parigi, Suka, dan beberapa guru lainnya yang diperiksa terkait penjualan buku. Mereka terancam sanksi pidana, sanksi administratif kepegawaian, bahkan pencopotan jabatan.
Ichsan Yasin Limpo, kepada SP, di Gowa, Minggu (27/4), menegaskan, sanksi itu bagian dari penegakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pendidikan Gratis di Gowa. Perda itu diperkuat oleh kesepakatan bersama yang melibatkan unsur penyidik Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri (PN) setempat. Jika terbukti, kepala sekolah diberhentikan dari jabatannya. Kalau yang melakukan itu guru, diberhentikan mengajar, dan kalau ketua komite sekolah diberhentikan dari jabatannya. Semua kepala sekolah dan ketua komite sekolah sudah membuat pernyataan untuk menjamin tidak ada lagi pungutan sekecil dan dalam bentuk apapun, mereka juga siap mengundurkan diri.
Tidak hanya itu, mereka diwajibkan mengembalikan semua uang yang telah dipungut. Sesuai kesepakatan bersama dengan Kapolres, Kejaksaan Negeri (Kejari) dan PN Gowa, mereka yang melanggar tetap diproses hukum meskipun telah mengembalikan pungutan. Jadi, jangan pernah berharap ada yang namanya SP3 (surat penghentian penyidikan perkara) dan bentuk lainnya yang bisa membekingi pelanggarnya.
Menurut Ichsan, jika putusan PN menetapkan pelaku dikenakan hukuman satu minggu, satu bulan sampai enam bulan, maka itu menjadi alasan yang kuat bagi pemda untuk melakukan pemberhentian atau pemecatan guru dan kepala sekolah tersebut. Perda itu memang dianggap sangat keras karena pemerintah sudah tidak mau lagi menandatangani pemberhentian kepala sekolah dan guru.
Karena semua sudah sepakat, maka sanksi tegas tak bisa ditawar-tawar lagi bagi setiap guru, kepala sekolah dan komite sekolah yang melanggar. Perda itu bertujuan memudahkan masyarakat mengakses pendidikan, membersihkan dunia pendidikan dari pungutan-pungutan yang selama ini membebani orangtua siswa, menetapkan hak-hak kesejahteraan tambahan guru.
Pendidikan gratis yang dilaksanakan Pemda Gowa, bukan pepesan kosong. Dan itu tidak hanya berlaku untuk jenjang pendidikan sembilan tahun dari tingkat SD sampai SMP, melainkan sampai ke tingkat SMA sederajat atau jenjang 12 tahun, dari keluarga miskin maupun kaya.
Tak Asal Ngomong
"Kami ingin setengah hati menerapkan pelayanan pendidikan gratis, makanya kami buat lebih spesifik, diproteksi dengan Perda agar tidak ada lagi yang asal ngomong gratis, tapi masih menyiasati berbagai cara untuk memungut dana dari orangtua siswa. Pendidikan gratis di Gowa menjadi bagian utama visi pemda untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat," ujarnya.
Dalam tahun ajaran 2008, di Gowa terdapat 394 SD dan 74 madrasah ibtidayah (MI) dengan jumlah siswa 88.196. SMP sebanyak 80 dan madrasah tsanawiah (MTs) 49 buah dengan jumlah siswa 26.041. SMA ada 19, sekolah menengah kejuruan (SMK) 17, dan madrasah aliyah (MA) 23 buah, dengan jumlah siswa 13.378.
Total subsidi keseluruhan untuk SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK sebesar Rp 13.028. 778.000, yang diperuntukkan subsidi operasional sekolah sekitar Rp 7,2 miliar, serta subsidi tunjangan kepala sekolah dan guru sekitar Rp 5,7 miliar.
Jenis subsidi untuk SMA dan SMK meliputi penerimaan siswa baru (PSB) dan masa orientasi siswa (MOS), ulangan umum semester dan tengah semester sebanyak empat kali, ekstra kurikuler (pramuka, PMI, KIR, LDK Porseni), lembaran kerja siswa (LKS), kegiatan keagamaan, remedial atau pengayaan dan praktik laboratorium. Semua biaya itu diambil alih tanggung jawabnya oleh pemda.
Bagi sekolah negeri, pendidikan gratis ini wajib dilaksanakan. Sedangkan bagi sekolah swasta boleh mengikuti aturan main atau tidak sama sekali, tapi wajib menjamin kualitas lulusannya. Pemerintah hanya memfasilitasi dan mendorong swasta agar mampu lebih baik. "Kalau mereka tak sanggup, setiap saat terbuka pintu untuk ikut dalam program pendidikan gratis," kata adik kandung Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo ini.
Ichsan menjelaskan, kebijakan tersebut dirintis sejak 2006, ketika itu alokasi anggaran pendidikan di Gowa baru 18,2 persen dari APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pokok, diluar gaji guru dan sumber daya aparatur Pemda. Dalam tahun itu dibuat perubahan dengan menambah 1,8 persen sehingga menjadi 20 persen, hingga memasuki tahun 2008.
Karena program tersebut berkembang dari tingkat SD sampai SMA, SMK dan sederajat, maka dari anggaran 20 persen ditambah menjadi 21,6 persen dari total APBD sebesar Rp 565 miliar. [SP/M Kiblat Said]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar