29 April 2008

51 Sekolah Tiga Sif, 103 Sekolah Dua Sif

Jawa Pos 29/4/2008 SURABAYA - Di antara 169 sekolah dasar (SD) negeri di Surabaya yang overload, ada 51 sekolah yang terpaksa menjalani belajar-mengajar dengan sistem tiga sif dan 103 sekolah dengan dua sif. Tak ayal, karena sistem sif tersebut, di beberapa sekolah, belajar-mengajar berakhir hingga pukul 17.30.

Kondisi tersebut tentu tidak hanya berdampak pada murid, tapi juga guru. Di beberapa sekolah, ada guru yang mengajar hingga dua sif sekaligus. Hal tersebut jelas membikin guru capai dan jenuh. Termasuk, saat siswa harus antre di depan gerbang sekolah, menunggu kegiatan belajar kelas sebelumnya kelar.

"Karena kondisi itu, tahun ini prioritas kami adalah menggarap sekolah yang overload sekaligus dimerger," jelas Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Sahudi.

Dia tidak menafikan bahwa kondisi itu telah terjadi bertahun-tahun. "Masalahnya, sekolah yang berkondisi demikian sangat banyak. Karena itu, prioritas bantuan kami berikan kepada sekolah-sekolah yang paling membutuhkan," ujarnya. Dia berjanji tahun ini menggarap lebih serius bersama Bappeko.

Kepala Bappeko Tri Rismaharini menyatakan, tahun ini, ada empat kategori sekolah yang menjadi prioritas. Yakni, sekolah overload, sekolah relokasi, sekolah merger, dan sekolah rusak. "Bukan hanya ruang yang kami tambah, tapi juga berbagai fasilitas lain. Misalnya, perpustakaan digital serta laboratorium bahasa Inggris dan IPA," tegasnya.

Kepala SDN Gading 1V Khasnadi menuturkan, kondisi siswa overload di sekolahnya sudah terjadi bertahun-tahun. "Kira-kira mulai 1985. Namun, hingga sekarang tak juga ada solusi," ungkapnya.

Beberapa tahun ini, pihaknya sudah berusaha mengurangi jumlah siswa yang mendaftar ke sekolahnya. "Saya kurangi perlahan. Tapi, kalau kami tolak terus, ya wali murid bisa marah. Ini problem dilematis," ujarnya.

Dia menyatakan, di satu sisi, sesuai aturan, sebetulnya pagu untuk satu kelas hanya diperbolehkan maksimal 40 siswa. Di lain pihak, antusiasme masyarakat di sekitar untuk menyekolahkan anaknya sangat tinggi. Karena itu, dalam satu kelas, ada yang dihuni hingga 58 siswa.

"Guru kalau ngajar ya harus fokus. Sampai teriak-teriak supaya pelajaran bisa diterima semua siswa. Perhatian kepada satu per satu individu jadi kurang karena jumlah siswa terlalu banyak," katanya.

Kondisi yang sama terjadi di SD Sidotopo Wetan II. Kegiatan belajar di sekolah itu berlangsung hingga sore atau sampai pukul 17.00. Para guru pun harus pintar-pintar mengatur jadwal belajar siswa. Sebab, dalam satu sekolah, hanya ada empat ruang kelas, sedangkan jumlah siswanya mencapai 527 orang.

"Kami harus pandai-pandai mengatur mereka agar semua bisa merasakan materi pelajaran," ujar Plt Kepala SD Sidotopo Wetan II S Prihastini kemarin.

Sebenarnya, pemkot sudah berniat membangun ruang kelas baru di halaman sekolah. Namun, baru rampung tiga ruang. "Model bangunan yang direncanakan sih bertingkat. Tapi, kok masih belum diwujudkan. Saat ini, yang terlihat baru lantai pertama saja," ungkapnya. (kit/git)

Tidak ada komentar: