31 Maret 2008

Gonjang-ganjing SPMB

Beberapa waktu terakhir ini terasa sekali merebaknya keresahan masyarakat akibat gonjang-ganjing perkara Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru atau SPMB. Meski permasalahan sudah selesai, sejumlah rektor perguruan tinggi negeri sempat menyatakan keluar dari SPMB.

Sumber masalah utamanya terletak pada cara pandang yang berbeda tentang apakah dana dari para calon mahasiswa itu termasuk kategori pendapatan negara bukan pajak (PNBP) atau bukan. Dan, apakah Perhimpunan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (PSPMB) sebagai badan hukum independen nirlaba memiliki keabsahan dan kompetensi dalam penyelenggaraan SPMB secara nasional?

Tulisan ini dimaksudkan untuk klarifikasi, mencoba meluruskan kemencengan dan menyamakan persepsi, agar polemik yang panas tidak terulang kembali pada masa depan.

Saya ingat pendapat McAuclyffe: Teaching is touching the future, not cheating,

Sejarah panjang

Bila dilakukan kilas balik, SPMB sebagai alat seleksi penerimaan mahasiswa baru secara bersama telah memiliki sejarah panjang. Berawal dari pembentukan Serikat Kerjasama Antar Centre of Excellence (SKACE) di Bandung pada tahun 1971.

Lima tahun kemudian, pada 1976, SKACE berubah menjadi Serikat Kerjasama Antar Lima Universitas (SKALU) dengan sekretariat tetap di Jakarta.

Mulai tahun 1977 sampai 1981 penerimaan mahasiswa baru secara bersama-sama dilakukan melalui Proyek Perintis I-II-III-IV. Dari tahun 1982 sampai 1989 namanya berubah menjadi Sipenmaru atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, dan tahun 1999 sampai 2001 berubah lagi namanya menjadi UMPTN atau Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Kemudian muncullah Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan yang mengatur tentang PNBP yang diberlakukan mulai 1 Januari 2002.

Mendiknas pun mengeluarkan SK Nomor 173 Tahun 2001 yang esensinya memberi kewenangan sepenuhnya kepada setiap rektor untuk melaksanakan ujian seleksi dan penerimaan mahasiswa baru. Semua rektor PTN yang tergabung dalam Paguyuban Rektor bersepakat untuk tetap melaksanakan ujian masuk bersama dengan membentuk Panitia SPMB. Sebab, kalau dilakukan sendiri-sendiri dan dana dari calon mahasiswa langsung masuk rekening rektor, pasti akan menjadi obyek PNBP dan akan amat menyulitkan pelaksanaan ujian.

Dari tahun 2002 sampai 2005 Panitia SPMB telah berhasil melaksanakan tugas, tanpa ada permasalahan berarti.

Badan hukum independen

Pada tahun 2006, dalam rapat Paguyuban Rektor yang dihadiri semua rektor, terdiri dari sejumlah 50 PTN dari seluruh Indonesia, disepakati agar Panitia SPMB dimantapkan sebagai badan hukum nirlaba yang independen agar lebih profesional.

Melalui pertimbangan yang masak, antara lain dengan konsultasi pada para ahli hukum seperti Prof Dr Hikmahanto Juwana, disepakati bahwa jenis badan hukum yang paling tepat untuk mewadahi kegiatan testing masuk PTN secara bersama adalah berupa Perhimpunan SPMB. Menurut dia, karena dana dari calon mahasiswa baru itu tidak masuk rekening rektor, maka tidak menjadi obyek PNBP. Pertanggungjawaban administratif dan keuangan disampaikan dan disahkan dalam Rapat Umum Anggota PSPMB secara terbuka dan akuntabel.

Perekat bangsa

Manakala pada awal terbentuknya PSPMB mengemban amanah dari 50 PTN, saat ini sudah berkembang menjadi 56 PTN yang terdiri dari 7 PTN yang sudah menjadi badan hukum milik negara (BHMN), 43 PTN non-BHMN, dan 6 universitas Islam negeri. Keseluruhan PTN itu tersebar dari Aceh sampai Papua.

Melalui PSPMB, calon mahasiswa baru bisa memilih PTN mana pun di seluruh pelosok Tanah Air dan menempuh tes dari tempat masing-masing. Sangat efektif, efisien, murah, tidak boros. Bila setiap PTN menyelenggarakan tes masuk sendiri-sendiri, jelas akan sangat memberatkan dan menyulitkan peserta, terutama yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Akan terjadi nuansa primordialisme di kampus. Mahasiswa Uncen berisi warga Papua, mahasiswa Unsyiah berisi warga Aceh. Ini sangat rawan terhadap munculnya semangat kesukuan dan perpecahan.

Jadi, PSPMB merupakan wahana untuk perekat bangsa, memberikan peluang bagi segenap anak bangsa untuk berbaur, melatih kebersamaan dan kemajemukan demi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ujian tulis yang diselenggarakan secara bersama dengan penuh profesionalisme ini juga mencegah terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam menjaring calon mahasiswa karena prosesnya dilakukan dengan komputer.

Bahkan, mulai tahun 2007 sudah dikembangkan model-model anti-crime-device untuk mencegah kecurangan dalam proses ujian tulis.

Untuk tahun 2008 bahkan sudah disiapkan sistem cyber dalam penulisan naskah soal, transaksi melalui internet, dan dalam pengumuman hasil ujian. Melalui PSPMB juga sudah diupayakan penggalangan dana dari berbagai pihak untuk membantu calon mahasiswa yang pandai tetapi dari keluarga tidak mampu, dalam wujud Beasiswa Masuk Universitas. Sampai saat ini program Beasiswa Masuk Universitas sudah dimanfaatkan 6.730 mahasiswa dengan prestasi yang amat membanggakan, beberapa lulus dengan predikat cumlaude.

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang diambil setelah bertemu dengan segenap pihak yang berbeda pendapat sungguh amat arif dan melegakan. Mudah-mudahan betul-betul akan ditaati semua pihak: hanya ada satu sistem penerimaan mahasiswa baru, dilaksanakan oleh panitia bersama, dan dana masuk ke kas negara sebagai PNPB.

Saya akhiri dengan puisi: Satu kata memulai do’a / Satu langkah mengawali perjalanan / Sekuntum bunga membentuk taman / Sebatang pohon menciptakan hutan / Satu sistem penerimaan mahasiswa baru akan menyelamatkan nasib jutaan anak bangsa.

oleh EKO BUDIHARDJO Ketua Regional II Perhimpunan SPMB Nusantara dan Ketua Pembina YPSDM Forum Rektor Indonesia. Pendapat pribadi.
Kompas, 31/3/2008/didaktika

Tidak ada komentar: