17 Juli 2009

SURAT EDARAN AWAL TAHUN AJARAN 2008 - 2009 DIKDAS DKI JAYA

Saya lebih setuju kalau kita mengajak NGO dan rekan-rekan wartawan (dan ini yang sedang kami lakukan) untuk membuat/memberikan semacam penghargaan kepada para pejabat yang kita anggap serius membela dan memperjuangkan hak pendidikan anak-anak Indonesia. Dan kita akan umumkan di media-media cetak n elektronik. Selain itu juga seminggu sekali di media cetak/elektronik akan diumumkan (lewat iklan layanan publik) daftar nama-nama sekolah negri lengkap dgn nama kepseknya yang ada pungutan dan apa bentuk sanksi dari pejabat terkait. Nama sekolah akan dihapus dari daftar tsb bila sudah mengembalikan uang pungutan kepada orangtua murid.
Selain itu juga kita ajak kerja sama Diknas, Pemprov dan perusahaan-perusahaan asing lewat CSR nya utk membuat spanduk panjang dan besar yang akan ditempel di pagar semua sekolah negri, dgn tulisan di spanduk sbb: 
  1. "iuran perpisahan tidak wajib"
  2. "setiap anak tidak wajib ikut pesta perpisahan"   
  3. "Tidak boleh ada pungutan apapun dalam bentuk apapun dengan alasan apapun. Bila anda dipaksa bayar, laporkan ke no telepon (kasudin, kepala dinas pendidikan dan anggota DPRD) .... "
  
Saya melihat memang masalah utamanya adalah tidak ada keseriusan dari pemprov DKI untuk benar-benar menghilangkan korupsi/pungli di sekolah-sekolah negri. Saya merasa para pejabat terkait lebih memilih melindungi para kepsek yang bermasalah daripada memperjuangkan kepentingan hak anak-anak Indonesia. Para kepsek sangat terlindungi dan tak tersentuh. 
Kalaupun ada sanksi, sanksinya hanya berupa "teguran keras" atau "ultimatum" yang sama sekali tidak memberikan efek jera. Padahal tidak ditegur atau diberi ultimatum juga tidak masalah... yang penting adalah kepsek/komite sekolah harus mengembalikan uangnya kepada orangtua murid
 
Beberapa tahun lalu ICW juga sudah mengeluarkan buku tentang betapa buruknya pendidikan dasar kita dgn judul "BURUK RUPA PENDIDIKAN DASAR KITA" 
Tapi tetap buruk-buruk saja rupa pendidikan dasar kita.
 
Sy juga melihat anggota DPR/DPRD yg terhormat dalam menangani pungutan/korupsi di dunia pendidikan kurang bekerja maksimal. Kalau saja fungsi DPR/DPRD berjalan dengan baik, pasti pungutan dan korupsi di dunia pendidikan mudah dan cepat menghilang.
 
Seharusnya tanpa ada laporan dari masyarakatpun para pejabat rajin inspeksi mendadak (sidak) ke sekolah-sekolah negri dan berkomunikasi langsung dgn para siswa... jangan bertanya kepada kepseknya karena kepseknya pasti tidak akan mengakui ada pungutan di sekolahnya. Dan jangan juga tanya kepada komite sekolah, karena sekarang ini yang sering terjadi adalah komite sekolah bekerjasama dengan kepsek mengadakan pungutan ini itu. Seharusnya tugas utama komite sekolah bukan memaksa-maksa org miskin di sekolah utk bayar pungutan, tapi cari jalan bagaiman agar terjadi subsidi silang di sekolah tsb.
 
Sekedar ilustrasi.... sementara pemerintah terus-terusan mengatakan sekolah gratis alias tidak ada pungutan, bahkan sampai ada iklan dari Diknas di TV... kenyataanya masih saja ada pungutan yang "wajib" di sekolah-sekolah negri.
Contohnya yang terjadi di SDN Pengadegan 08 dimana seluruh siswa kelas 6 harus bayar Rp 250.000,- dengan perincian 50 ribu untuk tanda cinta ke guru dan 200ribu untuk pesta perpisahan piknik ke Ciater. Setiap siswa yang tidak mau ikut piknik, diharuskan tetap bayar... jadi terpaksa semuanya ikut.
Bisa bayangkan orang-orang miskin harus bayar Rp 250.000,- hanya untuk kasih hadiah ke guru dan piknik yang sebenarnya mereka tidak ingin ikut. Padahal sebelum dana BOS dan BOP turun, gaji guru di DKI Jakarta kan sudah dinaikkan menjadai sekitar 4 jutaan.
 
Satu lagi contoh... sebuah SD negri yg letaknya tepat di sebelah kelurahan Duren Tiga, Jaksel, mewajibkan seluruh anak kelas 6 untuk bayar Rp 400 ribu dgn perincian: 200 ribu untuk hadiah (bedcover) ke guru dan 200ribu lagi untuk piknik perpisahan ke waterboom. Udah gitu, masih juga ada salah satu guru kesal dikasih bedcover karena menurut guru tsb lebih baik hadiahnya cincin emas 2 gram saja daripada bedcover.
 
Belum lagi masih ada sekolah-sekolah yang jualan buku paket di sekolah.
 
Contoh lain: seorang pedagang makanan keliling yang anaknya thn lalu sekolah di Di SMPN 155 Jaksel bercerita anaknya kelas 9 membayar hampir Rp 500 ribu utk buku, kegiatan ekskul dan tabungan persiapan utk pesta perpisahan.
Bahkan ada anak yang pindah ke sekolah tsb diminta 1 juta oleh kepseknya dan ketika orangtua siswa (pelayan warteg) tsb menawar, sang kepsek malah menjawab: ini udah paling murah, kemarin sy minta 3 juta ke pejabat pertamina yg memasukkan anknya kesini.
Duh, ini kepsek benar-benar gak punya hati ya, padahal kepseknya tahu betul org tsb adalah org miskin.
 
Seorang penjahit di pasar mengatakan, sekolah anaknya (SDN 01 Cikoko, Pancoran, Jaksel) meminta Rp 235 ribu utk pesta perpisahan ke Kebon Raya Bogor. Karena tidak punya uang, anaknya memutuskan tidak ikut... eh, komite sekolah malah datang menagih 4x ke rumah. Dan si penjahit mengatakan kalau dia ke Bogor naik kereta cuma 3 ribu perak kenapa anak saya harus bayar 235 ribu, dan akhirnya anaknya adalah satu-satunya siswa yg tidak ikut acara ke Bogor... kalau saja semua org miskin bisa berani seperti bapak ini.
 
Kasus-kasus di atas hanya sebagian kecil dari begitu banyak kasus yg ada.
Artinya teguran dan ultimatum dari pejabat terkait memang sama sekali tidak mempan dan hanya membuat pungutan-pungutan itu "hilang disini tumbuh disana".
 
Kalaupun kasus-kasus tsb kita laporkan kepada pejabat terkait, pejabat terkait akan menjawab... "itu kan sukarela, itu kan kesepakatan para orang tua murid"...  "tidak masalah kalau orangtua tidak keberatan" dan "itu kan kemauan mereka sendiri memberikan tanda cinta kepada guru".
Padahal pungutan-pungutan itu sama sekali bukan sukarela... dan orang-orang miskin yang putra putrinya belajar di sekolah negri sampai berhutang sana sini hanya utk bayar uang perpisahan... mereka jadi merasa dibohongi oleh pemerintah yang selalu mengatakan "sekarang sekolah gratis, bebas pungutan, dll"
 
Satu lagi kasus yg lebih tidak masuk akal... TKBM Johar Baru selama 2 tahun tidak pernah mendapat BOS/BOP utuh... Johar Baru hanya mendapat honor guru pamong dan barang-barang yg nilainya sangat jauh dari yg seharusnya, dan lebih lucu lagi semua anak SMP Terbuka sekolah induknya dibina/dididik oleh Johar Baru. Kepala SMPN 28 tidak pernah mau memberi keterangan apapun. Seharusnya kan kepsek menjelaskan sisa uang yg tidak diberikan kpd Johar Baru digunakan utk apa saja... dibelikan apa atau dikasih ke siapa.
Dan sy dengar kepsek ini akan dipindahkan ke SMP negri yg berstandar Internasional. Loh... sudah jelas kepsek ini tidak dapat menjelaskan sisa uang BOS/BOP yg menghilang tapi koq malah dapat promosi. Sy berharap mudah-mudahan isu promosi itu tidak benar sama sekali.
 
Di Jakarta Utara lebih aneh lagi, pengelola SMP Mandiri Himmata (sekolah gratis khusus utk anak-anak miskin di Plumpang) melaporkan bahwa sekolah induknya membatasi Himmata hanya boleh menerima 20 siswa baru. Ini kan keterlaluan sekali... begitu banyak anak-anak Indonesia miskin yg tidak diterima di SMP Negri dan SMP Terbuka milik pemerintah... dan ketika ada masyarakat yg menyediakan sekolah gratis utk mereka dan sanggup menampung banyak murid, tapi koq malah dijatah kuotanya... lalu sisa anak yg tidak bisa masuk ke Himmata mau dikemanakan?
Pak Siswandi, ketua yayasan Himmata siap dikonfirmasi...
 
Ada apa ini sebenarnya.... ? Kita sudah berkali-kali gunta ganti kepala dinas, tapi masiiiih.... saja pungutan/korupsi tidak hilang-hilang juga... dan masiiiiih saja pemerintah bikin iklan TV" Sekolah Gratis"
 
Saya menghimbau kepada semua temans dan rekans yg peduli dengan pendidikan untuk ikut melaporkan setiap kasus korupsi/pungutan yg terjadi di sekolah-sekolah negri via milis-milis. 
Korupsi/pungutan yg terjadi di dunia pendidikan dilakukan berjamaah, maka kita juga harus berjamaah memberantasnya. 
 
 
Wassalam,
Ade Pujiati
Ketua Forum Komunikasi TKBM (sekolah gratis beneran) se-Jakarta.
 

Subject: Re: Fwd: SURAT EDARAN AWAL TAHUN AJARAN 2008 - 2009 DIKDAS DKI JAYA

Salam.

Persoalan PSB dari tahun ke tahun tidak mengalami banyak perubahan. Hambatan biaya dan hambatan administrasi menjadi kendala utama bagi kelompok warga yang kurang beruntung dalam materi. Jaminan dari negara atas pendidikan dasar bagi seluruh warga melalui UUD 1945 dan UU No. 20/2001 Tentang Sistim Pendidikan Nasional rupanya cuma sekedar teori belaka. Sekolah baik secara tersembunyi maupun terbuka masih saja melakukan pungutan atas nama peningkatan kualitas pendidikan.

Mengapa hal ini terjadi terus menerus ? ada banyak faktor : keterbatasan informasi kebijakan pendidikan, pengetahuan orangtua murid yang terbatas dan yang paling utama rasanya tidak adanya wadah bagi para orangtua murid untuk melakukan komplain. Wadah yang di maksud adalah sebuah institusi yang dibentuk dan dikelola oleh para orangtua murid yang berperan dalam mengatasi atau menampung segala aspirasi para orangtua murid. Dan wadah ini bukan sekedar berperan dan berfungsi seperti komite sekolah yang pada prakteknya mandul.

saya dan mas Teguh serta beberapa orangtua murid yang lain pernah membentuk semacam aliansi orangtua murid. Namun karena satu dan lain hal aliansi ini mati suri. Sangat di sayangkan aliansi ini bila mati suri, makanya saya dan pak Handaru masih terus mencoba mengguggah para orangtua murid yang lain untuk peduli dan mau membentuk perkumpulan-perkumpulan orangtua murid.

Saya tetap merasa bahwa posisi orangtua murid terhadap sekolah dan dinas pendidikan lemah. Orangtua murid tidak memiliki posisi tawar yang baik bila kondisinya masih seperti ini. Posko Pengaduan PSB yang di buka oleh ICW dan beberapa lembaga lain termasuk kami tidak dapat mengatasi persoalan secara maksimal. Itu kami sadari betul, makanya kami bersama ICW tengah berusaha melakukan penguatan kepada kelompok-kelompok orangtua dan guru di daerah Tangrang dan Garut. Saya berharap di Jakarta ada semacam hal itu namun seprtinya agak repot.

Untuk itu barangkali ibu Ade bisa memberikan atau memffasilitasi para orangtua murid untuk berserikat misalnya, yah !!! minimal para orangtua yang anak-anaknya bersekolah di Ibu Pertiwi. Karena memang terbukti kemudian bila kita para orangtua murid mau peduli dan kritis terhadap adanya pungutan-pungutan di sekolah maka pihak sekolah khawatir juga atas tindakanya. Beberapa  pelapor PSB setelah kita dampingi dan kita bimbing ternyata berhasil mengatasi hambatan yang terjadi di sekolah. Namun demikian sumber masalah sebenarnya berada di tingkat dinas pendidikan dan departemen pendidikan.

Salam,

jumono
-----------------------------------------------------------------------
 
Yth. Masyarakat Peduli Pendidikan
 
Jika membaca dua berita di bawah ini, teorinya bagus.
 
Tapi LAPORAN KAMI KEPADA KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DKI JAKARTA
tanggal 15 Juni 2009 tentang pungutan yang telah dilakukan di SDNP Komplek IKIP sebesar 6,2 juta per siswa baru, sampai saat ini belum ada tanggapan tuh..
 
Orangtua murid yang anaknya diterima melalui seleksi, diminta membuat pernyataan bersegel untuk membayar uang sumbangan 6,2 juta. Apabila tidak membayar sampai tanggal 16 Juni, maka anak yang bersangkutan dianggap mengundurkan diri.
 
Anehnya lagi, pemungutan ini diketahui oleh Kepala Seksi Dinas Pendidikan Kecamatan Pulogadung, tetapi beliau diam saja, saat salah seorang orangtua murid mempertanyakan hal ini.
 
Wassalam
T. Kaka
 
 



Tidak ada komentar: