Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Pelatihan dan Kursus Indonesia Dasril Y Rangkuti mengatakan, Rabu (1/4), terdapat 23.150 lembaga kursus pada tahun 2006. Jumlah itu menurun menjadi sekitar 15.000 lembaga kursus. Penurunan jumlah kursus tersebut antara lain disebabkan kian banyaknya waralaba kursus dari luar negeri. Mereka bergerak di bidang kursus bahasa, kecantikan, dan kursus lainnya.
"Selama ini pengelola kursus berlatar belakang pemain alam. Itu karena tidak ada pendidikan manajemen kursus secara khusus. Akibatnya, dengan bertumbuhnya kursus asing di Indonesia yang biasanya masuk dalam bentuk waralaba berkualitas dan bermodal besar, lembaga kursus yang tidak profesional akhirnya tutup," ujarnya.
Dasril juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Tetap Sumber Daya Manusia, Pendidikan dan Pelatihan Bidang Diklat dan Magang Kadin Indonesia. Dia juga Ketua Komisi Kerja Sama Kelembagaan dan Promosi Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Selain itu, diduga pula jumlah lembaga kursus berkurang seiring dengan banyaknya kursus gratis yang didanai pemerintah atau disubsidi pemerintah.
Jadi kompetitor
Eva Nurnisya selaku salah satu pendiri dan Manajer Marketing Rumah Sains Ilma mengatakan, kehadiran waralaba kursus asing memang menjadi kompetitor. Namun, kehadiran waralaba tersebut turut memacu agar lembaga kursus dalam negeri meningkatkan mutu. "Awal lembaga kami berdiri belum terlalu banyak kursus sejenis. Kemudian bermunculan waralaba dari Kanada dan Singapura yang menawarkan pelayanan serupa," ujarnya.
Sejauh ini, Eva tidak menganggap kehadiran waralaba asing itu sebagai ancaman karena biasanya modal waralaba asing besar dan mengambil segmen pasar berbeda, yakni kelas atas yang bisa membayar mahal.
Dia mengatakan, untuk pendidikan sains, tantangannya lebih karena kesadaran masyarakat akan sains masih terbilang rendah. Apalagi Rumah Sains Ilma menawarkan pendidikan sains menyenangkan untuk membentuk karakter yang manfaatnya baru bisa dirasakan jangka panjang.
Eva mengakui, persoalan manajemen internal lembaga kursus masih menjadi masalah. Dia mencontohkan, Rumah Sains Ilma terpaksa meminta sejumlah pengelola waralaba mereka untuk menutup kursus karena tidak mengurus lembaganya dengan serius dan benar. Rumah Sains Ilma yang didirikan sejak tahun 2003 menawarkan bentuk waralaba dengan ikatan lebih longgar, yakni hanya menstandarkan proses dan kurikulum. Saat ini, ada empat Rumah Sains Ilma.
Pembinaan
Dasril memandang, di era penuh persaingan, lembaga kursus dituntut membenahi manajemen kelembagaannya. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, perlu mengambil bagian untuk pembinaan kelembagaan kursus. Himpunan Penyelenggara Pelatihan dan Kursus Indonesia telah menyelenggarakan pelatihan kursus secara mandiri dengan mendatangkan narasumber profesional terutama yang sudah berhasil mengembangkan waralaba.
"Program pemerintah tidak cukup hanya sekadar harmonisasi dan sosialisasi. Pelatihan-pelatihan manajemen kursus seperti bagaimana mengelola lembaga, melatih sumber daya manusia, melatih membuat jaringan, dan entrepreneurship juga perlu diberikan," ujarnya.
Akreditasi juga dianggap baik sepanjang tidak mematikan perkembangan lembaga kursus.
Untuk lembaga kursus, yang dapat distandarkan dan diakreditasikan antara lain tempat pelatihan, kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri, dan jaringan kerja sama.
"Kursus sangat terkait dengan kebutuhan pasar dan industri sehingga akreditasi sangat membantu," ujarnya. (INE)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/02/03285533/kursus.lokal.terancam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar