03 April 2009

Jangan Biarkan Bangku Sekolah Tetap Kosong

Kompas/Wisnu Widiantoro
Aktivitas sukarelawan di sekitar tumpukan aneka jenis bantuan untuk korban banjir bandang Situ Gintung di Posko Bantuan STIE Ahmad Dahlan, Cirendeu, Tangerang, Kamis (2/4). Sumbangan berupa makanan instan dan pakaian bekas di setiap posko melimpah sehingga terpaksa dibuang. 

COKORDA YUDISTIRA

"Saya tidak tahu kalau (Jumat) pagi itu ada bencana besar. Pagi itu saya heran kenapa banyak bangku yang kosong. Hanya beberapa anak yang masuk kelas. Sekolah juga masih sepi, padahal saat itu sudah jam belajar," kata Rosyid. Rosyid, guru kelas 5A di Sekolah Dasar Negeri Situ Gintung I, Rempoa, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, mengaku bak tersambar petir ketika mendengar berita tanggul Situ Gintung jebol pada Jumat pagi.

Jutaan kubik air yang dikandung situ tersebut meluluhlantakkan rumah-rumah warga di Kampung Poncol dan Kampung Gintung serta perumahan mewah di sekitarnya. Bencana itu terjadi hanya beberapa jam sebelum murid-muridnya masuk sekolah.

Rosyid dan para guru sekolah tersebut, termasuk Kepala SD Negeri Situ Gintung I Cucu Supriati, lantas bergerak Jumat pagi itu juga. Mereka segera mencari tahu keberadaan dan kondisi anak-anak didik mereka yang tinggal di Kampung Poncol dan Kampung Gintung.

Langkah serupa dilakukan para guru SD Negeri Situ Gintung II, sekolah yang masih satu pekarangan dengan SD Negeri Situ Gintung I. Wakil Kepala SD Negeri Situ Gintung II MN Hasanuddin menuturkan, beberapa guru yang tinggal di kampung sekitar Situ Gintung mendatangi rumah-rumah murid mereka pada Jumat pagi itu. Mereka sekaligus mendata berapa jumlah murid yang terkena musibah.

Dalam beberapa hari data terkumpul. Guru-guru SD Negeri Situ Gintung I mendapati 29 murid mereka terkena musibah, bahkan satu orang di antara puluhan murid SD Negeri Situ Gintung yang tertimpa musibah itu tidak diketahui nasibnya. Namanya Maulana Yusuf, murid kelas 5A. Rosyid menambahkan, selain Maulana, empat murid lain di kelasnya juga tertimpa musibah. Rumah keempat murid itu, berikut seluruh harta mereka, habis.

Di SD Negeri Situ Gintung II, sebanyak 21 murid terkena musibah. Satu di antaranya, yakni Habibah Wardah, siswi kelas 2B, ditemukan meninggal. "Murid-murid kami yang terkena musibah tetapi selamat mengaku belum bisa sekolah lagi. Semua peralatan sekolah dan seragam sekolah mereka lenyap saat rumah mereka diterjang banjir Jumat pagi itu," kata Rupinah, guru kelas 1A.

Sejumlah warga yang tinggal di posko pengungsian menyatakan, mereka membutuhkan sumbangan berupa seragam sekolah, sepatu, alat-alat tulis, serta buku bagi anak-anak.

Tetap belajar

Namun, kisah pilu itu tidak menyurutkan semangat para guru mengajak murid mereka yang tersisa untuk kembali ke sekolah. Sejak Rabu lalu suasana kosong di kedua sekolah itu perlahan mulai terkikis.

Ratusan murid berseragam putih merah pun sudah kembali meramaikan SD yang terletak di Jalan Anggur IV, Rempoa, tersebut meski di ruang kelas 5A SD Negeri Situ Gintung I masih ada satu bangku yang dibiarkan kosong. Bangku itu dahulunya diduduki Maulana.

Rosyid dan Hasanuddin mengatakan, para guru berupaya agar anak-anak didik mereka yang terkena musibah dapat kembali bersekolah.

"Kami berpendapat, meski sedang tertimpa bencana dan musibah, murid-murid kami harus tetap melanjutkan pendidikan mereka," katanya.

Pemulihan

Untuk membangun semangat dan mengikis trauma pascabencana pada anak-anak usia sekolah, posko pemulihan trauma digelar di lantai 3 Posko Fakultas Kedokteran dan Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ).

Kamis kemarin sekitar 20 anak berusia 10-12 tahun dibagi dalam empat kelompok. Setiap kelompok memiliki kegiatan sendiri. Ada kelompok yang khusus menggambar, ada yang bercerita. Ada pula sekelompok anak yang mendengarkan seorang relawan menerangkan pelajaran.

Tepat pukul 16.00, badut-badut berdatangan ke ruang tersebut. Suasana pun berubah riuh. Selain badut, anak-anak di ruang posko pemulihan trauma makin senang karena mereka mendapat hadiah, sebuah meja lipat kecil. Meja itu dapat digunakan sebagai alas saat menggambar atau menulis.

"Kami tergabung dalam Komunitas Peduli Anak berinisiatif membentuk Children Trauma Healing. Banyak sekali yang berpartisipasi. Di sini, anak-anak diajak bermain," kata Toyib Effendi, salah seorang terapis anak.

Sintia Maharani (22), mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, menjadi salah satu relawan di program Children Trauma Healing. Menurut dia, setelah empat hari menemani para anak korban bencana, secara umum kondisi mental mereka cepat pulih dan kembali normal.

Berdasarkan hasil observasi sementara dari para terapis anak-anak di FKK UMJ, tidak ada anak-anak korban benca- na yang mengalami depresi berat.

"Pada orang dewasa tentu dibutuhkan penanganan yang berbeda. Namun, khusus untuk anak-anak, kami menerapkan beberapa metode, yaitu mengajak mereka bercerita, bermain, dan beraktivitas," kata Toyib. (NELI TRIANA)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/03/02451169/jangan.biarkan.bangku.sekolah.tetap.kosong

Tidak ada komentar: