19 Maret 2009

Ela Bhatt, Pemberdaya Perempuan India

 Joice Tauris Santi

Perempuan sungguh memiliki peran besar dalam mengatur keuangan keluarga. Mulai mengatur uang untuk belanja, uang jajan anak-anak, membayar cicilan utang, bahkan hingga menggantikan suami menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga.

India memiliki satu miliar penduduk dan 40 persen di antaranya tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan. Karena mereka sangat miskin, tidak heran jika perempuan juga sering harus bekerja keras menambah penghasilan keluarga. Sayangnya, mereka kebanyakan bekerja pada sektor informal. Konsekuensinya, tentu saja menerima gaji kecil. Jangankan jaminan hari tua, tunjangan-tunjangan kesejahteraan pun hanya mimpi. Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk, termasuk dalam kekerasan finansial, juga kerap dialami oleh perempuan.

Kenyataan seperti inilah yang menggerakkan hati Ela Ramesh Bhatt (76), perempuan yang berasal dari keluarga terpandang kasta Brahmana, lapisan teratas kelas sosial di India.

Pada suatu hari di tahun 1973, Ela menyaksikan seorang perempuan terseok-seok menarik gerobak penuh bermuatan minyak. Karena tidak dapat menahan berat gerobak tersebut, terjadi kecelakaan sehingga gerobak menimpa kaki perempuan itu hingga patah.

Tentu saja tidak ada asuransi kesehatan atau kompensasi atas kecelakaan yang menimpa perempuan bernama Kanku Rana itu. Pada saat itu, Ela merupakan pengacara andal yang sudah berusia 40 tahun. Kejadian di jalan itulah yang menentukan perjuangannya untuk perempuan India.

"Perempuan yang tadinya tidak diperhatikan akan lebih tampak dengan kekuatan kolektif," kata Ela.

Tidak pernah miskin

Lahir dari keluarga terpelajar, Ela tidak pernah merasakan kemiskinan. Namun, dia memiliki rasa simpati tinggi kepada para pekerja informal miskin yang luput dari perhatian formal itu.

Ela mengenyam pendidikan hukum dan menjadi pengacara di Ahmedabad, kota yang memiliki banyak pekerja tekstil, yang asosiasi pekerjanya didominasi oleh kaum pria.

Pada tahun 1981, Ela membuat asosiasi pekerja perempuan. Selain itu, dia juga berhasil mengegolkan perundangan yang menjamin perempuan bebas menjajakan buah dan sayur di pinggir jalan tanpa khawatir dikejar polisi.

Ela kemudian mendirikan bank perempuan pertama India. Self-Employed Women's Association (SEWA) Cooperative Bank. Organisasi ini beranggotakan perempuan yang bekerja pada sektor informal. Anggotanya saat ini mencapai satu juta orang.

Dengan menjadi anggota SEWA, perempuan India yang sebelumnya tidak memiliki jaring pengaman dapat memiliki rekening dana pensiun dan asuransi kesehatan. Selain itu, SEWA juga meminjamkan modal kerja bagi perempuan yang ingin memulai usahanya, seperti salon kecil atau usaha jahitan di rumah.

SEWA juga membantu para pengusaha kecil menjual hasil karyanya di pusat perbelanjaan terdekat. SEWA juga melatih perempuan-perempuan sederhana itu menjadi pekerja pompa bensin.

Ela disebut juga sebagai penerus semangat Mahatma Gandhi untuk India baru. Ela ingin melihat perempuan-perempuan paling miskin India tidak tertinggal oleh kemajuan ekonomi pesat yang dialami India.

Dia juga membangun koperasi hebat yang dikelola oleh 100 perempuan. Beberapa bertugas menyediakan tempat penitipan anak untuk perempuan pekerja, sedangkan yang lain menjual biji wijen ke pabrik makanan. Semuanya mencontoh gerakan swasembada Gandhi.

Pinjaman yang diberikan SEWA kepada anggotanya antara 100 dollar AS atau Rp 1,2 juta hingga 1.100 dollar AS atau Rp 13,2 juta. Bunga yang dikenakan sebesar 15 persen per tahun.

Sedangkan untuk program dana pensiun, mereka membayar 1 dollar AS per bulan. Ada lebih dari 100.000 anggota turut serta dalam program asuransi kesehatan dan jiwa. Seperti organisasi microfinance lainnya, tingkat pembayaran kembali utang sangat tinggi, sebesar 97 persen. Tidak banyak kredit bermasalah atau kredit macet di SEWA. Biaya atas para anggota agar dapat menikmati fasilitas kesejahteraan di SEWA sangat terjangkau.

Inovasi yang dilakukan SEWA merupakan inspirasi bagi perekonomian India. Sejak reformasi ekonomi tahun 1991, pekerja pada sektor informal yang tidak dilindungi oleh undang-undang terus meningkat mencapai 90 persen. Sekitar tiga perempat dari mereka hidup hanya dengan gaji kurang dari 20 sen dollar AS atau Rp 2.400 per hari. Tentu saja tanpa jaminan kesejahteraan.

Menurut Ela, mereka adalah pekerja juga. "Mengapa harus ada perbedaan antara pekerja dan pekerja. Perempuan yang bekerja di jalanan juga pekerja, tetapi mereka mendapatkan perlakuan berbeda," katanya.

"Di SEWA, kami bekerja dengan para perempuan karena mereka kelompok yang paling rentan. Kami mulai basis kerja dan menciptakan jaringan. Kami membangun serikat untuk memenuhi kebutuhan hidup, menghentikan eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh pedagang, kontraktor, pemerintah, komunitas global, sistem, dan struktur," ujarnya.

Menurut Ela, pembangunan bukanlah sebuah proyek. Pembangunan bukan institusi, bahkan bukan juga ekonomi.

"Pembangunan adalah tentang memperbaiki keseimbangan, tentang kesejahteraan perempuan miskin, keluarganya, komunitasnya dan lingkungan kerjanya. Dalam dunia seperti inilah kami hidup. Kami belajar dari Gandhi," kata Ela.

Membangun impian

Pemberdayaan perempuan dalam hal finansial juga membuat perempuan anggota SEWA lebih percaya diri dan berani membangun impian mereka.

"Perempuan itu memiliki impian dan prioritas yang berbeda-beda," ujar Ela.

Ada yang ingin membangun toilet, membeli gunting pemotong rambut, atau mesin jahit untuk menambah pemasukan, atau membayar biaya anak sekolah. Lama-kelamaan, impian itu berubah menjadi impian lebih besar lagi, seperti menginginkan anak gadisnya belajar sepeda motor atau membeli komputer.

"Harapan mereka meningkat," ujar Ela. Ela mengenang, pada saat awal SEWA didirikan, para perempuan itu menitipkan buku tabungannya di lemari besi SEWA karena tidak ingin suaminya mengetahui simpanan dan mengambil uang mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari, Ela hidup sederhana. Rumahnya kecil, jauh dari kemewahan. Dia menggunakan tempat tidurnya sebagai meja tulisnya. Ela tidak pernah hidup mewah.

Perjuangan Ela bukan tanpa hambatan. Menteri Besar Negara Bagian Gujarat Narenda Modi pernah menuduh SEWA melakukan penyelewengan atas dana program rehabilitasi korban gempa bumi tiga tahun lalu. SEWA menolak tuduhan itu dan mundur dari program yang dijalankan pemerintah. Sebaliknya Ela menuduh Modi berupaya mendiskreditkan kelompoknya.

Ela pun menerima beberapa penghargaan atas upayanya memberdayakan perempuan di India. (IHT)

http://cetak.kompas.com/sosok  Kamis, 19 Maret 2009

Tidak ada komentar: