06 Februari 2009

BHP Mestinya Tidak Kena Pajak - UU BHP Terlalu Agresif dalam Memungut Pajak

Jakarta, Kompas - Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan prinsip perpajakan. Badan hukum pendidikan yang dalam perundang-undangan itu bersifat nirlaba masih dikenai pajak dan undang-undang tersebut terlalu agresif mengatur perpajakan.

Demikian antara lain terungkap dalam diskusi terbatas bertajuk "Implikasi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan" di harian Kompas, Kamis (5/2). Hadir sebagai pembicara Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional sekaligus Ketua Tim dari Pemerintah dalam penggodokan RUU BHP, Fasli Jalal; Ketua Tim Perumus sekaligus anggota Komisi X DPR, Anwar Arifin; pengamat pendidikan Darmaningtyas; dan pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam.

Darussalam mengatakan, dengan prinsip BHP nirlaba atau laba diinvestasikan lagi ke dalam badan hukum pendidikan untuk kegiatan pendidikan, tidak ada alasan untuk mengenakan pajak. Berbeda jika sisa hasil kegiatan didistribusikan kepada pemilik modal, badan hukum pendidikan tersebut sangat layak untuk dikenai pajak karena motivasinya memang mencari keuntungan.

"Sudah sewajarnya pemerintah tidak mengenakan pajak kepada badan hukum pendidikan yang berbasis nirlaba," ujar Darussalam. Penghapusan pajak terhadap kegiatan pendidikan pada gilirannya dapat mengurangi biaya pendidikan yang dibebankan kepada peserta didik.

Darussalam berpendapat, sebenarnya negara melalui pemerintah dapat memberikan keringanan pajak (PPh, PPN, dan PBB) kepada badan hukum pendidikan yang berbasis nirlaba.

"Itu dapat dilakukan mengingat pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan masih terbatasnya kucuran anggaran negara pada bidang pendidikan," ujarnya.

Terlalu agresif

Darussalam juga memandang UU BHP terlalu agresif dalam mengurusi perpajakannya sendiri. "Bahkan, undang-undang ini lebih agresif dibandingkan dengan perundangan pajak sendiri. Ini ibaratnya, BHP menyodori diri untuk dipajaki. Padahal, jelas BHP dinyatakan sebagai badan hukum yang bersifat nirlaba," ujarnya.

Anwar Arifin mengatakan, kelahiran dari UU BHP tidak lepas dari kesulitan yang dihadapi perguruan tinggi. "Perguruan tinggi kesulitan mengatur penggunaan keuangannya karena harus menyetorkan terlebih dahulu ke kas negara penerimaan negara bukan pajak. Akibatnya, kegiatan akademik menjadi terganggu karena harus cukup lama menunggu agar dana turun," ujarnya.

Untuk itu, kemudian dirumuskan badan hukum milik negara (BHMN). Dalam perkembangannya, keberadaan BHMN "kebablasan", antara lain memungut biaya yang terlalu tinggi dari mahasiswa. Untuk itu, disusun UU BHP agar masyarakat tidak terbebani.

Fasli Jalal mengatakan, status quo yang ada sekarang malah membuat biaya pendidikan meningkat di perguruan tinggi negeri. Kehadiran UU BHP justru memastikan bahwa masyarakat miskin dapat tetap terjamin mengakses pendidikan lewat mekanisme pemberian beasiswa.

"Pemerintah tidak lepas tangan terhadap pendanaan pendidikan," ujar Fasli Jalal. (INE/ELN)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/06/00450331/bhp.mestinya.tidak.kena.pajak

Tidak ada komentar: