Kamis, 29 Januari 2009 | 01:05 WIB - Surabaya, Kompas - Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengakui perguruan tinggi berstatus badan hukum milik negara "kebablasan" atau kelewatan pada beberapa sisi, terutama pada penerimaan mahasiswa baru. Karena itu, pemerintah mencoba membenahinya.
Bambang mengatakan, perguruan tinggi (PT) badan hukum milik negara (BHMN) antara lain keterlaluan dalam soal mencari dana. Pengelola membuat berbagai jalur baru untuk mendapatkan dana mahasiswa.
"Ini harus dibenahi," ujarnya dalam sosialisasi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) untuk pengelola dan pimpinan perguruan tinggi swasta di Jawa Timur di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Rabu (28/1).
Beberapa PT BHMN membuat beberapa nota kesepahaman untuk menambah pendapatan. Namun, pembuatan nota kesepahaman itu tidak diketahui Mendiknas. Padahal, nota kesepahaman seharusnya dibuat oleh Mendiknas.
"Mereka (pengelola PT BHMN) melampaui wewenang saya. Kalau saya mau, itu sebenarnya bisa masuk polisi karena menyalahi aturan," tutur Bambang.
Karena itu, pemerintah berusaha memperbaiki pengelolaan PTN. Perbaikan itu antara lain lewat UU BHP. "Saya menerima banyak protes atas UU ini. Namun, saya selalu menganjurkan agar baca dulu UU ini sebelum protes," tuturnya.
Dalam UU BHP, PTN dan lembaga pendidikan lain harus menjadi lembaga nirlaba. Lembaga tetap boleh berusaha untuk mengembangkan modal. Namun, hasil pengembangan usaha harus dikembalikan untuk pengembangan pendidikan.
"Bisa dipakai untuk menekan biaya operasional sehingga bayaran dari mahasiswa murah. Bisa untuk mengirim dosen kuliah lagi," tutur Bambang.
Maksimal 33 persen
UU BHP juga mewajibkan dana operasional lembaga pendidikan yang berasal dari peserta didik maksimal 33 persen. Sisanya ditanggung penyelenggara dan pemerintah. "Dalam UU BHP ditegaskan pemerintah membantu pembiayaan. Jadi ada keharusan di situ," tuturnya.
Bambang mengatakan, tidak ada maksud menyusahkan pengelola PTS lewat UU BHP. Sebagai salah satu Ketua PP Muhammadiyah, ia juga berkepentingan soal pengelolaan lembaga pendidikan.
"Muhammadiyah mengelola ratusan perguruan tinggi dan ribuan sekolah di Indonesia. Sebagai Mendiknas, saya juga harus memikirkan 82 PTN di Indonesia. Jadi, tidak mungkin saya mau menyusahkan pemangku kepentingan di perguruan tinggi dengan UU ini," tuturnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya Zainuddin Maliki menyatakan, ada beberapa hal harus segera ditegaskan terkait UU BHP. Paling mendesak adalah menetapkan standar biaya operasional.
Dikatakan, harus ada kepastian soal hak pelajar miskin dalam menikmati pendidikan tinggi. UU BHP menyebutkan ada alokasi untuk pelajar miskin dengan kualifikasi baik. "Masalahnya, mayoritas orang miskin tidak bisa mengembangkan potensinya. Berdasarkan data BPS, hanya 3 persen pelajar miskin yang mampu masuk perguruan tinggi," ujarnya. (RAZ)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/29/01053268/mendiknas.akui.pt.bhmn.kebablasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar