27 Agustus 2008

Pengalaman Guru SMK Masih Minim - Harus Lebih Sering Bersentuhan dengan Dunia Usaha


KOMPAS/LASTI KURNIA / Kompas Images
Pelajar Jurusan Restoran berlatih menyajikan makanan dengan bimbingan guru mereka di SMKN 30, Kebayoran, Jakarta, Selasa (26/8). Dengan perkembangan dunia pariwisata yang bergerak cepat, guru-guru SMK seperti di SMK 30 membutuhkan dukungan untuk dapat mengikuti berbagai pelatihan.

Jakarta, kompas - Pengalaman guru-guru sekolah menengah kejuruan atau SMK yang bersentuhan dengan dunia usaha dan industri masih minim. Padahal, pembelajaran di SMK yang mengutamakan penguasaan kompetensi itu membutuhkan para pendidik yang memahami perkembangan di dunia luar sekolah.

"Di SMK, siswa belajar untuk bisa mengerjakan, sedangkan di SMA siswa belajar untuk tahu. Tetapi, pendekatan yang dilakukan guru di SMK masih banyak yang belum bisa menyesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang siap kerja," kata Marlock, Koordinator Lapangan Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (FP3KI) di Jakarta, Selasa (26/8).

Kondisi ini, tutur Marlock, terutama karena guru SMK tidak banyak yang mempunyai pengalaman terjun langsung di dunia usaha dan industri. Padahal bekal pengalaman ini sangat penting bagi siswa yang akan langsung terjun ke dunia kerja.

Marlock memperkirakan tidak sampai 50 persen guru SMK di Indonesia yang benar-benar memahami kebutuhan dunia kerja dan industri. Kenyataan ini terlihat dari berbagai pelatihan yang dilaksanakan FP3KI, lembaga yang didirikan 1997 oleh sejumlah pengusaha yang terdorong untuk meningkatkan mutu guru dan pembelajaran di SMK.

"Peningkatan mutu pendidik SMK itu juga harus jadi fokus utama. Bagaimana para guru ini bisa mentransfer keterampilan dan informasi perkembangan teknologi terbaru yang dipakai perusahaan-perusahaan jika mereka terbatas untuk bisa bersentuhan dengan kalangan industri," kata Marlock.

Data dari Departemen Pendidikan Nasional, sebanyak 120.764 guru SMK berpendidikan S-1, sedangkan 1.691 guru berpendidikan S-2. Masih 33.297 guru yang berpendidikan SMA hingga D-3.

Terjebak teori

Persoalan lainnya, guru SMK masih belum mampu menerapkan pembelajaran yang aplikatif di dunia kerja. Misal dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMK, guru sering terjebak pada gaya pembelajaran di SMA yang lebih banyak mengajarkan teori. Padahal, kebutuhan siswa SMK harus bisa menggunakannya untuk berkomunikasi sesuai bidang keahliannya.

Henny Hartini, Humas SMKN 30 Jakarta, mengatakan, kesempatan magang di perusahaan untuk guru biasanya difasilitasi dinas pendidikan. Jika kuota yang disediakan cukup banyak, guru dari suatu sekolah mempunyai kesempatan lebih banyak untuk mengirim pendidiknya bisa terjun langsung di dunia usaha dan industri. "Sekolah sendiri punya inisiatif untuk mendatangkan guru tamu ke sekolah. Selain siswa bisa belajar dari ahli yang berpengalaman, guru juga bisa menambah pengetahuannya untuk bisa mengembangkan proses belajar di sekolah," kata Henny.

Fokus peningkatan mutu guru SMK jurusan otomotif salah satunya dilakukan Toyota Astra Motor. Lewat program Toyota Technicians Education Program (T-TEP) dan sub-T-TEP di 43 SMK di berbagai wilayah di Indonesia, guru-guru diberi kesempatan magang dan memperoleh informasi perkembangan teknologi terbaru di perusahaan otomotif.

"Dengan memberikan pelatihan kepada guru, para pendidik ini bisa mentransfer ilmu kepada lebih banyak siswa. Cara ini lebih efektif di tengah keterbatasan sarana dan prasarana SMK yang ada di negara kita," kata Joko Sanyoto, Marketing Director Toyota Astra Motor. (ELN)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/27/01242149/pengalaman.guru.smk.masih.minim

Tidak ada komentar: