17 Juli 2008

Mendiknas: Kepala Sekolah yang Pungli Bisa Dipecat

Dok Sp - Bambang Sudibyo

[JAKARTA] Kepala sekolah yang ketahuan sekolahnya melakukan pungutan liar (pungli), bisa ditunda kenaikan pangkatnya, bahkan bisa dipecat. Hanya saja, dalam pengawasan dan penindakannya, umumnya pemerintah kabupaten (pemkab) dan pemerintah kota (pemkot) yang belum menegakkan aturan tentang larangan pungli saat penerimaan siswa baru (PSB) maupun kenaikan kelas tersebut.

Padahal, larangan itu sangat beralasan, karena sekolah sudah mendapat dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah. "Kewenangan menindak ada di daerah. Kalau Mendiknas melakukan intervensi, berarti sudah sentralistik bukan lagi desentralisasi," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo seusai membuka Rapat Koordinasi Pemasyarakatan Bahasa Indonesia, di Jakarta, Rabu (16/7) malam.

Dijelaskannya, kalau ada sekolah yang masih mengenakan pungutan berarti melanggar Keputusan Menteri Pendidikan Nasional. Kewenangan soal pengawasan pungutan itu, katanya, berada di tangan pemkab dan Pemkot, bukan lagi di bawah Depdiknas. "Sekolah sudah tidak langsung di bawah Depdiknas, tapi sekolah sudah milik bupati dam wali kota. Merekalah yang seharusnya memberi sanksi," katanya.

Dari Pontianak, Kalimantan Barat, dilaporkan salah seorang orangtua siswa SMP Negeri 22 Terpadu di Jalan Purnama, Komplek Purnama Agung V Pontianak, Saudah, 40, mengeluhkan tingginya pungutan PSB di sekolah tersebut. "Sabtu, 12/7 lalu, kami diundang oleh Komite SMPN 22 Terpadu untuk membahas Perincian Administrasi Penerimaan Siswa Baru (PPAPSB), tetapi begitu datang kami sudah disodorkan sejumlah biaya yang harus dibayar tanpa diberikan kesempatan untuk dimusyawarahkan antar Komite dan orangtua," katanya, di Pontianak, Rabu.

Saudah menjelaskan, orangtua diwajibkan membayar uang sejumlah Rp 672.500 per siswa hingga September nanti, karena takut anaknya tidak diterima, dirinya terpaksa membayar uang sejumlah tersebut meskipun harus berutang.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 22 Terpadu Pontianak, Usman membantah terlibat dalam pungutan tersebut dengan alasan merupakan keputusan pihak Komite dan orangtua sehingga bukan kewenangan pihaknya lagi. "Kami tidak tahu-menahu berapa pungutan biaya masuk sekolah bagi siswa baru, karena saat dilakukan rapat saya tidak hadir," ujarnya.

Sementara itu, Antara melaporkan, Kejaksaan Tinggi Provinsi Bangka Belitung (Babel), segera menyikapi instruksi Kejaksaan Agung terkait pungutan di luar ketentuan dalam PSB. "Surat instruksi dari Kejagung sudah kami terima dan akan diteruskan kepada seluruh Kejaksaan Negeri (Kejari) di daerah ini agar ditindaklanjuti," ujar Aspidus Kejati Babel, Agus Irianto di Pangkalpinang, Rabu.

Kejati, kata dia, menyambut baik instruksi dari Kejagung tentang PSB yang intinya adalah memantau kegiatan PSB, khususnya sekolah negeri dan perguruan tinggi negeri dan melaporkan jika ada temuan pungutan di luar ketentuan. "PSB untuk sekolah negeri ini memang harus betul-betul diawasi, bukan tidak mungkin ada oknum melakukan pungutan di luar ketentuan undang-undang," ujarnya.

Menurut dia, bisa saja pihak sekolah melakukan pungutan dengan alasan sumbangan ini dan itu dan berbagai istilah lainya yang tidak dilandasi undang-undang. "Apa pun bentuk pungutan yang dilakukan pihak sekolah tingkat SD, SMP, SLTA dan perguruan tinggi negeri, jika tidak ada landasan UU itu termasuk pungli," tegasnya.

Kejati Sumbar

Kejati Sumbar, Rabu (16/7) juga membentuk dua tim khusus untuk memeriksa sejumlah sekolah di Kota Padang yang terindikasi melakukan pungli saat PSB. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti laporan dari sejumlah orangtua dan Badan Anti Korupsi (BAko) Sumbar (SP, 16/7).

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar, Winerdy Darwis kepada SP, Kamis (17/7) mengatakan, pihaknya telah membentuk dua tim yang terdiri dari tim Asisten Pidana Khusus (Aspidus) dan tim Asisten Intelijen (Asintel). Tim ini nantinya akan turun langsung ke sekolah melakukan pemeriksaan terkait indikasi adanya pungli. "Rabu Disebutkan, sejak Selasa pihaknya telah memeriksa sejumlah sekolah. Namun hasilnya dan sekolah mana yang dikunjungi belum bisa diumumkan kepada publik, karena statusnya masih dalam penyelidikan," kata Winerdy.

Dari Pontianak, Kalimantan Barat, dilaporkan salah seorang orangtua siswa SMP Negeri 22 Terpadu di Jalan Purnama, Komplek Purnama Agung V Pontianak, Saudah, 40, mengeluhkan tingginya pungutan PSB di sekolah tersebut. "Sabtu, 12/7 lalu, kami diundang oleh Komite SMPN 22 Terpadu untuk membahas Perincian Administrasi Penerimaan Siswa Baru (PPAPSB), tetapi begitu datang kami sudah disodorkan sejumlah biaya sampai Rp 672.500 yang harus dibayar tanpa diberikan kesempatan untuk dimusyawarahkan antar Komite dan orangtua," katanya, di Pontianak, Rabu.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 22 Terpadu Pontianak, Usman membantah terlibat dalam pungutan tersebut dengan alasan merupakan keputusan pihak Komite dan orangtua sehingga bukan kewenangan pihaknya lagi. "Kami tidak tahu-menahu berapa pungutan biaya masuk sekolah bagi siswa baru, karena saat dilakukan rapat saya tidak hadir," ujarnya. [BO/W-12]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/07/17/index.html

Tidak ada komentar: