18 Juli 2008

BOS Buku Tak Kunjung Cair - Sekolah Tak Punya Dana Pembelian Buku

Sekolah kesulitan menyediakan anggaran pembelian buku teks pelajaran. Terlebih lagi, bantuan operasional sekolah atau BOS khusus buku tak kunjung turun. Jumlah dana BOS buku yang diterima sekolah juga berkurang. Jika pada tahun 2007 BOS buku besarnya Rp 22.000 per siswa, pada tahun ini hanya Rp 11.0000 per siswa.

Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Dasar Suyanto mengatakan, Kamis (17/7), BOS buku memang belum turun karena masih dalam proses revisi setelah terjadi pemotongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) beberapa waktu lalu. "Sudah selesai revisi awal Juli, tetapi masih butuh waktu pencairannya," ujarnya.

Adapun soal berkurangnya jumlah dana BOS buku menjadi Rp 11.000 per siswa, menurutnya, karena dengan adanya pembelian hak cipta naskah buku dan adanya buku sekolah elektronik, biaya penggandaan buku lebih murah.

Pemerintah juga akan menentukan harga eceran tertinggi bagi pihak yang ingin mencetak dan menjual bahan dari buku elektronik itu. Dengan demikian, harga buku dapat ditekan.

"Sekarang memang bukunya belum lengkap, tetapi akan segera di-upload buku-buku barunya," katanya.

Suyanto mengatakan, Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) menyatakan bersedia memasukkan buku-buku mereka ke program buku sekolah elektronik Departemen Pendidikan Nasional untuk diunduh gratis.

Menurut Suyanto, anggaran masih belum memadai untuk penyediaan buku teks gratis semuanya. Dia memperkirakan, untuk pengadaan buku teks pelajaran di level SD dan SMP saja dibutuhkan dana setidaknya Rp 8 triliun.

Anggaran nol

Kepala SD Negeri Nanggung 01, Serang, Banten, Turman mengatakan, dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) sekolahnya tahun ini, pengadaan buku pelajaran anggarannya nol. Padahal, buku teks pelajaran merupakan bagian dari proses kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, dana BOS buku juga belum kunjung turun.

Rancangan anggaran sekolah itu sekitar Rp 60 juta dengan rincian Rp 40 juta dari BOS dan Rp 20 juta dari pemerintah daerah.

Penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya bergantung pada dana tersebut dan tidak ada iuran dari orangtua. Anggaran terpakai untuk membayar tenaga guru honorer dan operasional rutin lainnya.

Secara terpisah, Ketua Ikapi, Setia Dharma Madjid, mengatakan, penerbit bukannya tidak memerhatikan masyarakat. Menurut dia, seharusnya buku pelajaran dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah.

"Kami tidak menentang keberadaan buku sekolah elektronik. Bahkan, kami setuju memasukkan buku-buku kami dalam program pemerintah tersebut dan masyarakat dapat mengunduhnya secara gratis. Namun, dengan syarat, buku elektronik tersebut, termasuk buku pemerintah, tidak digandakan sebagai buku cetak dan dijual," ujarnya.

Perbedaan pendapat antara pemerintah dan Ikapi dikarenakan pemerintah mengizinkan pencetakan dan penjualan buku sekolah elektronik itu dengan penentuan harga eceran tertinggi. "Kami menginginkan pertemuan dengan pemerintah agar ada jalan keluar," ujarnya. (INE)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/18/00263919/bos.buku.tak.kunjung.cair

Tidak ada komentar: