RATIH ingin menyekolahkan putrinya di kelas internasional sebuah SMPN di Depok, Jawa Barat. Namun proses yang ia dan putirnya ikuti sejak April lalu melelahkan. Ia juga sebal dengan sikap panitia seleksi yang arogan dan kesal dengan cara kerja mereka yang kurang profesional.
"Pertama kali datang masak panitianya langsung bilang, anak Ibu pintar tidak. Kalau tidak pintar, tidak usah daftar," kata Ratih. Meski demikian, Ratih tetap mengikuti proses seleksi. "Saya jadi penasaran dan ingin tahu sejauh mana kemampuan putri saya," katanya. Putrinya kini menunggu satu tes lagi sebelum dipastikan diterima atau tidak di sekolah tersebut.
Menjelang tahun ajaran baru seperti sekarang ini, banyak orang tua sibuk cari sekolah untuk anak-anak mereka. Pilihan sekolah yang ada beraneka ragam.
Namun rentang kualitas dan biayanya sangat jomplang: dari sekolah yang masuk kategori abal-abal sampai yang unggulan, dari yang bebas SPP (sumbangan penunjang pendidikan) sampai yang mematok uang pangkal puluhan juta rupiah serta uang sekolah Rp 3 - 4 juta per bulan karena punya embel-embel nasional plus atau berstandar internasional.
Pilihan pun menjadi sulit bagi kebanyakan orang tua murid. Sekolah berkualitas umumnya berbiaya mahal. Meski pendidikan merupakan hak setiap warga negara, dalam kenyataanya, di negeri ini tidak semua orang bisa mendapatkan haknya itu tanpa uang.
Sejak Awal Tahun
KECUALI sekolah negeri kelas reguler yang baru membuka pendaftaran siswa baru sekitar awal Juni, sekolah-sekolah swasta umumnya, apa lagi yang punya label nasional plus atau berstandar internasional, memulai pendaftaran dan penerimaan murid baru sejak awal tahun. Bahkan, ada yang buka pendaftaran sejak semester kedua tahun lalu.
Yayasan Bina Nusantara yang antara lain mengelola SD, SMP dan SMU Bina Nusantara di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kaveling G-8, Simprug, Jakarta Selatan, misalnya, sudah memulai proses penerimaan murid baru sejak November tahun lalu dan baru akan berakhir 29 Mei ini. SMU Lazuardi GIS (Global Islamic Schools) yang terletak di Jalan Kampus (Pakis)-Raya Sawangan, Pancoran Mas, Di Depok, Jawa Barat membuka pendaftaran siswa baru sejak 20 Januari 2008 dan baru akan ditutup 30 Juni mendatang.
Jadwal yang kurang lebih sama juga dikeluarkan Sekolah Tunas Indonesia (STI) di Jalan Jombang Raya, 18, Bintaro, Tangerang, Banten. STI yang sudah lama mengelola TK dan SD, tahun ini membuka kelas untuk SMP, memulai proses penerimaan siswa baru sejak Januari lalu.
Periode waktu penerimaan siswa baru yang panjang itu hanya untuk mencari puluhan sampai seratusan siswa baru. SD, SMP dan SMU Bina Nusantara di Simprug misalnya masing-masing hanya butuh 100 siswa baru yang akan dibagi dalam empat kelas. SMU Lazuardi GIS yang mulai beroperasi sejak tahun 2003, tahun ini buka tiga kelas dengan kapasitas maksimal 24 siswa per kelas. Sementara SMP STI hanya buka dua kelas dengan kapasitas maksimal 20 siswa per kelas.
Sekolah-sekolah ini tergolong sekolah kategori nasional plus atau berstandar internasional. Di kawasan Jabotabek sekolah jenis ini jumlahnya mencapai puluhan dan hampir semuanya memulai proses penerimaan siswa baru sejak awal tahun.
SMU Lazuardi GIS menyandang slogan, sekolah nasional berwawasan internasional. Selain punya fasilitas lengkap -labaratorium (bahasa, komputer, MIPA), kelas ber-AC, perpustakaan, lapangan sepak bola dan basket, serta aula- sekolah ini juga menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar di kelas.
Sementara STI dan Bina Nusantara merupakan sekolah yang memakai IB (International Baccalaureate) dari IBO (International Baccalaureate Organization) yang berpusat di Geneva, Swis. Sekarang ini, sekolah dikatakan berstandar internasional kalau menggunakan IB.
Dalam menjaring calon siswa, sekolah-sekolah itu melakukan aneka jurus. Cara yang umum dan nyaris tanpa biaya adalah melalui jaringan orang tua murid. Pihak sekolah menyosialisasikan jadwal, persyaratan pendaftaran, serta mekanisme penerimaan siswa baru ke orang tua murid. Pengelola sekolah yang menyelenggarakan pendidikan dari tingkat TK sampai SMU cukup mudah mendapatkan siswa dengan cara ini.
"Kami sudah punya TK dan SD, jadi kami sosialisasikan ke orang tua murid. Banyak orang tua murid yang minta (diselanggarakan SMP). Dengan cara ini kami tidak perlu bayar biaya promosi," kata Robert Bala, Kepala Sekolah SMP STI.
Cara lain adalah melalui pameran, penyebaran brosur, spanduk, serta iklan di media massa. "Selain langsung ke orang tua murid, kami biasanya adakan pameran dan iklan tentang jadwal open house yang bisa tiga sampai kali setahun," kata Sarah, marketing officer Bina Nusantara Simprug.
Kalau kebanyakan sekolah hanya menjaring siswa dari lokasi sekitar sekolah, tidak demikian dengan SMU Lazuardi GIS. Sekolah ini gencar mencari siswa ke seluruh wilayah Indonesia. Lazuardi dilengkapi asrama putra dan putri untuk siswa yang berasal dari luar daerah. Menurut Koordinator Humas SMU Lazuardi, Eine Ayu Saraswati, dari 137 jumlah total siswa sekolah itu saat ini, 80 siswa tinggal di asrama. Mereka yang tinggal di asrama antara lain berasal dari Bandung, Makasar, Bali, dan Papua.
Meski pendafataran dibuka jauh-jauh hari serta ada penyebaran brosur dan iklan, tidak berarti kelas yang tersedia sudah terisi penuh menjelang tahun ajaran baru yang tinggal dua bulan lagi. SMU Lazuardi GIS misalnya, masih butuh murid untuk satu kelas lagi. Di STI, baru 70 persen kelas yang terisi.
Pangsa sekolah-sekolah ini memang terbatas. Sekolah-sekolah swasta dengan label nasional plus atau berstandar internasional terlampau mahal bagi orang kebanyakan. Sebagai gambaran, uang masuk di SMP dan SMU di Bina Nusantara Simprug mencapai Rp 30 juta sementara uang sekolah per bulan Rp 4 ,2 juta (SMP) dan Rp 4,7 juta (SMU). Di STI uang pangkal untuk SMP Rp 15 juta dan uang sekolah Rp 900.000.
Mengapa bisa begitu mahal? Selain fasilitas fisik yang yang memang lengkap dan mentereng, menurut Robert Bala, banyak sekolah berstandar internasional mempekerjakan guru asing, seperti dari Filipina dan India, karena punya keterampilan bahasa inggris yang bagus. Gaji untuk ekspatriat itu tergolong tinggi.
Untuk menekan biaya, sejumlah sekolah berstandar internasional memakai guru-guru lokal yang secara kualitas tidak kalah dengan guru asing. STI, kata Robert, mempekerjakan banyak guru lokal yang mampu berbahasa inggris dengan baik. "Makanya kami (dari segi biaya) di level medium," katanya. Egidius Patnistik
http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/29/15382628/sekolah.yang.unggulan.yang.berburu.murid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar