Laporan wartawan Kompas Yulvianus Harjono
BANDUNG, MINGGU - Sebanyak 583.468 siswa sekolah menengah pertama dan sederajat di wilayah Jawa Barat akan menentukan nasibnya dalam ujian nasional yang dimulai Senin (5/5) besok. Berhasil tidaknya mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas itu bergantung pada hasil ujian ini, selain tentunya hasil ujian sekolah.
Ketua Panitia Ujian Nasional 2007/2008 pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Asep Hilman yang dihubungi melalui telepon selulernya, Minggu (4/5) di Cirebon, berharap, ujian nasional tingkat SMP di Jabar berjalan lancar.
"Kami minta ini (ujian nasional) betul-betul dilakukan fair (jujur). Oleh siswa. Bukan kepsek (kepala sekolah) ataupun guru. Biarkan ujian ini menjadi alat ukur melihat kemampuan anak sesungguhnya," tutur Kepala Sub Dinas Bina Program Disdik Jabar ini melalui telepon saat tengah melakukan pemantauan di lokasi titik bongkar soal di wilayah Pantura.
Atas dasar lebih pentingnya nilai kejujuran, Pemerintah Provinsi Jabar pun tidak membebani angka kelulusan siswa. "Pada dasarnya, yang kami inginkan itu adalah hasil yang terbaik. Kalau bisa seratus persen, kenapa tidak. Tetapi, kalau tidak mencapai, misal 99 persen pun, itu tidaklah masalah. Yang penting fair," ucapnya.
Menyinggung soal distribusi soal ujian nasional, Asep menuturkan, distribusi hari minus pertama ini difokuskan pada titik-titik terjauh di Jabar, antara lain Cirebon, Depok, dan Tasikmalaya. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Dadang Dally pada saat sama berada di wilayah Sukabumi. Lembar jawaban sudah diamankan dengan dukungan aparat kepolisian.
Ia meminta panitia dan pengawas ujian nasional di sekolah untuk konsekuen pada Prosedur Operasi Standar UN seperti tertuang dalam Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan No mor 984/BSNP/XI/2007. Ia mencontohkan ketentuan larangan guru hadir, apalagi mengawas, jika bidang pelajaran yang dia ajarkan tengah diujikan. "Daripada menimbulkan generalisasi, pencitraan yang buruk, lebih baik konsekuen," ujarnya.
Ia pun ikut mengingatkan siswa agar belajar dari pengalaman, tidak terkecoh pada isi pesan layanan singkat (short message service) yang berisi kunci jawaban palsu yang umumnya beredar menjelang ujian nasional. Hal macam ini tidak bisa dihindari. Tetapi, asal anak percaya diri dan dipersiapkan baik, hal macam ini tidak akan mengecoh, ucap Asep. Ia pun mempersilahkan wartawan ikut mengawal proses ujian nasional di sekolah tanpa harus dibatas-batasi. Selama, tidak bertentangan dengan POS UN.
Sejak tahun ajaran 2006/2007, ujian nasional memang tidak menjadi satu-satunya alat penentu kelulusan pada siswa, termasuk SMP. Karena, masih ada faktor penentu lain, yaitu ujian sekolah. Ujian tingkat SMP sederajat di Jabar tahun ini akan diikuti pula oleh 425 siswa pendidikan luar biasa dari 145 sekolah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar