
Demikian dikemukakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Hamzah, Kamis (22/5), dalam diskusi yang digelar Lingkar Muda Indonesia bersama Harian Kompas di Bentara Budaya Jakarta. Dalam diskusi itu hadir juga sebagai pembicara Wali Kota Solo, Jawa Tengah, Joko Widodo.
Chandra mengatakan, meskipun reformasi birokrasi telah dilakukan, kebiasaan birokrat, termasuk PNS, mengambil uang negara masih terus terjadi.
”Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak dibelanjakan untuk membangun, tetapi disimpan di rekening dan kemudian bunganya dinikmati mereka sendiri,” katanya.
Akibatnya, pembangunan tidak berjalan dan yang memprihatinkan, fenomena itu justru banyak terjadi setelah reformasi. Bahkan, Chandra mengatakan, Indonesia masih menjadi negara maling.
Dalam kesempatan itu, Chandra mengungkapkan pengalamannya berhadapan dengan birokrat semasa masih menjadi pengacara. Kala itu ia atau rekannya kerap diperas ketika berhadapan dengan polisi, jaksa, atau birokrat lain. ”Hal itu membuat saya jenuh,” tuturnya.
Setelah bekerja di KPK, ternyata ia masih menemukan hal itu terjadi di lingkungan pemerintahan. Jika ada banyak hakim khusus tindak pidana korupsi di berbagai pengadilan di Indonesia, sebagian pejabat kabupaten dan kota di Indonesia besar kemungkinan akan masuk penjara.
Berpihak kepada rakyat
Dalam ungkapan berbeda, Joko Widodo, atau biasa disapa Jokowi, menegaskan, pembangunan hanya bisa dilakukan jika pemerintah bersama warga bekerja keras.
Dalam kesempatan itu, ia antara lain mengemukakan pengalamannya menata pedagang kaki lima (PKL) di Solo dan menata pasar di kota itu. ”Penataan itu ternyata berhasil meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD),” tuturnya lagi.
Sebelum ditata, PAD dari sektor itu, tutur Jokowi, hanya sekitar Rp 7 miliar per tahun. Namun, setelah ditata, PAD dari sektor PKL dan pasar itu mencapai Rp 14 miliar lebih.
Peremajaan dan penataan pasar membuat retribusi yang dipungut tidak bocor. Hal itu salah satunya disebabkan Jokowi memiliki basis data dari setiap pedagang yang terlibat.
Menurut dia, penataan pedagang dan pasar itu dilakukannya semata-mata karena hal itu harus dilakukan serta dirinya merasa mampu.
Selain itu, yang terutama harus dilakukan pejabat adalah berpihak kepada rakyat dan menepati janji. Jika tidak, kepercayaan rakyat akan hilang. ”Lebih dari itu, yang dibutuhkan adalah kerja keras, kerja keras, dan kerja keras,” tuturnya.
Perbaikan lain juga dilakukannya pada sektor pelayanan publik, seperti pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) dan izin berinvestasi. Kalau dulu mengurus KTP memakan waktu berhari- hari, saat ini pelayanan untuk hanya dipatok satu jam. Bahkan, ke depan pelayanan pembuatan KTP diupayakan hanya butuh waktu empat menit. (JOS)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar