27 Mei 2008

Biaya Kesehatan Mahal karena Pendidikan Mahal (Kedokteran)

YOGYAKARTA, KOMPAS 26 Mei 2008- Mahalnya biaya pendidikan kedokteran menyebabkan profesi dokter menjadi komersial. Akibatnya, prinsip pengabdian kepada masyarakat bergeser menjadi pelayanan demi keuntungan.

Hal itu dikemukakan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM), Yogyakarta, Profesor Sutaryo, saat ditemui seusai diskusi panel "Kiprah dan Peran Dokter untuk Pembangunan" di auditorium FK UGM, Sabtu (24/5).

Sutaryo menegaskan, "Voluntarisme yang menjadi jiwa dokter semakin pudar. Banyak yang menjadi dokter untuk mendapat keuntungan karena biaya pendidikannya mahal."

Selain usul agar pemerintah menambah anggaran pendidikan, ia mengharapkan revitalisasi peran dokter ditanamkan sejak kuliah. "Harus ditanamkan, dokter adalah pengabdi yang bekerja untuk kemanusiaan," ujarnya.

Sutaryo mengakui, "Dibandingkan dengan lulusan fakultas lain, untuk mencetak satu dokter dibutuhkan biaya minimal dua kali lipatnya."

Hal sama dikatakan Dekan FK UGM Hardyanto Soebono. Menurut dia, berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2002, satuan biaya pendidikan satu mahasiswa kedokteran Rp 18,1 juta per tahun—untuk nasional. "Untuk DI Yogyakarta sekitar Rp 16 juta per tahun," ujarnya.

Dengan waktu kuliah lima tahun, lanjutnya, setidaknya butuh Rp 150 juta-Rp 200 juta untuk mencetak satu dokter. Biaya itu 30 persen ditanggung pemerintah dan 70 persen oleh perguruan tinggi. "Tanggungan perguruan tinggi sangat besar. Karena itu, kami membuka banyak jalur untuk bisa membiayai satu mahasiswa sekitar Rp 140 juta selama lima tahun," ujar Hardyanto.

FK UGM membuka beberapa jalur, misalnya penelusuran bibit unggul dan program swadana. Mahasiswa berprestasi tidak dipungut biaya apa pun, sedangkan mahasiswa swadana wajib membayar biaya masuk Rp 100 juta.

"Mahasiswa swadana dalam setahun mengeluarkan maksimal Rp 4 juta. Hingga lulus Rp 20 juta, jadi total Rp 120 juta," ujarnya. Dengan jumlah mahasiswa FK UGM sekitar 200 setiap angkatan, perguruan tinggi menanggung Rp 4 miliar dalam lima tahun.

Hardyanto mendorong agar anggaran pendidikan kembali menjadi prioritas pemerintah. Semakin kecil subsidi, lanjutnya, akan memberatkan masyarakat dan perguruan tinggi. (A11)

Tidak ada komentar: