Sekolah dinilai masih memosisikan orang tua murid sebagai ATM.
Jauh hari menjelang ujian nasional (UN), Dede (16 tahun), meminta ibunya, Nuryati (39), untuk membayar uang ujian sebesar Rp 150 ribu. Karena Nuryati tak juga memberikan, pada pertengahan Maret lalu, siswa kelas 12 SMA Tunas Patria, Semarang, ini, kembali mengingatkan Nuryati. Sebab UN semakin dekat hampir semua teman sekolahnya sudah menyetor.
Kendati berat --apalagi dia tidak tahu persis untuk apa uang Rp 150 ribu itu-- Nuryati akhirnya memberikan juga uang itu kepada putra bungsunya untuk dibayarkan ke sekolah. ''Selain waktu yang terbatas karena pekerjaan, kami juga khawatir hanya gara-gara pungutan ini, Dede malah terganggu kelancaran ujiannya,'' kata Nuryati kepada Republika, pekan lalu.
Nasib serupa menimpa Susan, siswi kelas 12 SMK Bhayangkara, Jakarta. Bahkan, orang tua Susan harus merogoh kocek lebih dalam, Rp 650 ribu. Uang itu antara lain untuk biaya try out (TO), ujian praktik, dan ujian sekolah. Selain itu, masih ada biaya sekitar Rp 120 ribu untuk salah satu tugas proposal. ''Saya belum tahu persis apakah untuk acara perpisahan nanti masih dipungut biaya atau tidak,'' kata gadis yang ditemui usai mengikuti UN di Jakarta, pekan lalu.
Berbeda dengan Dede dan Susan, Hayu Anindya, murid kelas 12 SMA Negeri 70, Jakarta, mengaku tak dipungut biaya beratus-ratus ribu rupiah menjelang ujian. Padahal dia telah empat kali mengikuti TO. ''Semua menjadi tanggungan sekolah. Siswa hanya melaksanakan TO dan berkonsentrasi menghadapi UN,'' katanya.
Bisa jadi, pungutan di SMA Tunas Patria dan SMK Bhayangkari memang untuk tujuan yang benar-benar perlu. Tapi, karena fenomenanya yang bak hujan turun tak merata, tetap saja menyisakan sejumlah tanya. Keberadaan pungutan-pungutan menjelang dan setelah UN dan ujian sekolah (US) itu menuai menjadi kecaman sengit pada deklarasi Aliansi Orangtua Peduli Transparansi Dana Pendidikan (Auditan) di Jakarta, pertengahan April 2007 lalu. Betapa tidak, bila dirata-ratakan, biaya yang dikutip sekolah dari orang tua mencapai sekitar Rp 1,6 juta. Bila orang tua memasukkan anaknya di lembaga bimbingan belajar (bimbel) di luar sekolah, maka biayanya akan menjadi Rp 3,6 juta (rincian lihat grafis).
Ketua Badan Pengurus Auditan, Teguh Imawan, menegaskan biaya-biaya tersebut semakin memberatkan karena orang tua juga harus membayar sumbangan rutin bulanan (SRB) yang merupakan pengganti SPP. Semua itu, kata dia, membuat pendidikan menjadi tetap mahal, kendati pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), BOS buku, Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), dan dana alokasi khusus pendidikan. ''Sampai sekarang orang tua murid masih tetap menjadi ATM-nya sekolah,'' kata Teguh.
Djumono, orang tua siswa kelas sembilan di SMP 213, Klender, Jakarta Timur, mengaku sangat terbebani menjelang UN dan US. Sebab biaya yang muncul bermacam-macam. Bimbingan belajar (bimbel) yang seharusnya tidak wajib pun, dinilainya terkesan diwajibkan oleh sekolah. ''Alasannya untuk memaksimalkan kemampuan siswa menghadapi ujian. Belum lagi biaya perpisahan dan lain-lain,'' katanya.
Yang lebih membebani pikiran Djumono adalah adanya upaya dari sekolah untuk meluluskan muridnya sebanyak-banyaknya dengan cara kurang terpuji. Antara lain dengan mengusahakan akomodasi bagi para pengawas ujian agar mereka tidak terlalu ketat melakukan pengawasan. Dengan demikian, 'tim sukses' menyebarkan 'kertas unyil' yang berisi jawaban kepada para siswa. ''Tapi, kalau begini, percuma ada ujian,'' ujarnya.owo/run
Beban Orang Tua Menjelang Ujian (per anak)
1. Biaya bimbingan belajar (bimbel) di luar sekolah Rp 2 juta2.
Biaya bimbel di sekolah Rp 500 ribu3.
Biaya try out di sekolah Rp 10 ribu
4. Biaya pelaksanaan ujian Rp 200 ribu
5. Biaya buku dan soal ujian Rp 100 ribu
6. Biaya perpisahan kelas Rp 300 ribu
7. Biaya perpisahan sekolah Rp 500 ribu
Total.......................................................Rp 3.610.000
Kegiatan Lain yang Dibiayai Orang Tua:
1. Penambahan waktu belajar di sekolah.
2. Penambahan waktu belajar di bimbingan belajar (bimbel).
3. Penambahan waktu belajar les privat (datang ke rumah)
4. LKS pelajaran Matematika, IPA, IPS, Agama, Bahasa Indonesia.
5. Fotokopi soal latihan Matematika, IPA, IPS, Agama, Bahasa Indonesia.
6. Buku try out.
7. Buku latihan TAU.
8. Fotokopi latihan ujian sekolah.
9. Fotokopi latihan TAU.
10. Kepanitiaan pengawas sekolah.
11. Rapat pengawas silang.
12. Snack pengawas.
13. Konsumsi pengawas.
14. Suvenir pengawas.
15. Rapat kelulusan.
16. Studi wisata.
17. Outbond.
18. Validasi nama siswa.
19. Foto diri (pasfoto) siswa.
20. Penulisan nama dan nilai ijazah siswa.
21. Legalisasi ijazah siswa.
22. Antar-jemput blangko ijazah siswa.
23. Sampul ijazah siswa.
24. Buku kenangan.
25. Kenangan/taliasih untuk guru kelas.
26. Kenangan/taliasih untuk guru sekolah.
27. Kenang-kenangan untuk sekolah.
28. Biaya transportasi pengawas/aparat dari dinas pendidikan yang diundang dalam perpisahan sekolah.
Sumber: Auditan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar