Jakarta, Tribun - Voucher bernilai miliaran rupiah yang digelontorkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui Anggota DPR RI untuk perbaikan sekolah terus menjadi polemik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun diminta memeriksa Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo lantaran dianggap paling bertanggung jawab memberikan voucher tersebut.
"KPK harus periksa Depdiknas karena voucher bantuan pendidikan rawan diselewengkan dan mudah dipolitisasi,"kata Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko, juru bicara perwakilan 10 LSM pada konferensi pers di Jakarta, Jumat (20/10).
Selain ICW hadir sejumlah LSM seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Suara Ibu Peduli (SIP),Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Isco Foundation, Forum Transparansi Anggaran (Fitra), dan sejumlah LSM lainya. Selain itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar secepatnya melakukan audit investigatif terhadap penggunaan voucher tersebut serta meminta Badan Kehormatan (BK) DPR memeriksa anggota DPR yang menyalurkan voucher karena tidak sesuai dengan tugas dan fungsi DPR.
"Mendiknas juga didesak untuk menjelaskan secara terbuka kepada publik mengenai program voucher tersebut, tujuannya apa, apa saja jenisnya, berapa jumlah yang disediakan, siapa yang menyalurkan, dan diberikan kepada siapa saja,"kata Donang.Koalisi LSM juga mendesak World Bank dan Pemerintah Jepang untuk melakukan audit terhadap dana yang mereka berikan kepada Depdiknas dalam program voucher.
Teguh Imawan, Juru Bicara Aliansi Orang Tua Peduli Transparansi Pendidikan (Auditan) heran dengan adanya voucher tersebut. Menurutnya komite sekolah seluruh Indonesia belum sekalipun mendengar adanya sumber dana pendidikan yang berasal dari voucher.
"Tidak ada sama sekali transparansi dalam birokrasi pendidikan kita. Sungguh memprihatinkan,"katanya. Dia juga setuju dilakukan audit menyeluruh atas voucher tersebut.Sudaryatmo Juru Bicara YLKI menganggap klarifikasi atas penggunaan voucher sangat diperlukan mengingat dana yang dipakai adalah dari APBN dan merupakan uang negara.
"Tidak ada sama sekali transparansi dalam birokrasi pendidikan kita. Sungguh memprihatinkan,"katanya. Dia juga setuju dilakukan audit menyeluruh atas voucher tersebut.Sudaryatmo Juru Bicara YLKI menganggap klarifikasi atas penggunaan voucher sangat diperlukan mengingat dana yang dipakai adalah dari APBN dan merupakan uang negara.
"Kalau tidak ada alasan hukum kebijakan ini harus dihentikan,"katanya. Dikatakan pula voucher tersebut bukannya membantu pendidikan secara umum namun merupakan proyek instan yang hanya mampu menjawab masalah pendidikan nasional semakin rumit."Ini juga menunjukkan kegagalan Mendiknas dalam merancang mekanisme pendidikan yang partisipatif, transparan, dan akuntabel,"ujar dia. (JBP/aco).
http://www.tribunkaltim.com/viewweb.php?id=5653
Tidak ada komentar:
Posting Komentar