Anak saya sekolah di SDN 01 Pagi Jalan Beo Perum Wali Kota Sukapura Cilincing, Jakarta Utara (kelas 3). Pada tanggal 8 November 2007 dan saat itu sedang ada pelajaran olahraga, sehabis pulang sekolah saya yang biasa menjemput mendapati luka yang cukup dalam dan menganga di bagian rahang kanan anak saya (Boy). Anak saya mengatakan, luka yang dialami akibat dipukul oleh guru olahraga.
Saya mendatangi guru olahraga tersebut dan yang bersangkutan menjelaskan bahwa anak dimaksud nakal tanpa memberikan penjelasan tentang luka di wajah anak didiknya. Merasa tidak puas dengan jawaban guru tersebut, saya melapor kepada pihak berwajib. Sebagai tindak lanjut, dilakukan musyawarah secara kekeluargaan dengan pihak sekolah dan guru olahraga tersebut di kepolisian.
Namun, saya menyesal karena setelah saya mencabut berita acara dan pengaduan tersebut di polisi, saya sekeluarga merasa dilecehkan dan disisihkan di lingkungan sekolah. Pelaku pemukulan tersebut seolah mendapat dukungan dari para guru seperti layaknya guru yang tidak berdosa. Bahkan, guru-guru di Sekolah SDN 01 Pagi memberikan keterangan kepada semua wali murid bahwa saya telah memberi imbalan uang kepada polisi, kepala sekolah, dan wali kelas mengenai kasus pemukulan tersebut.
Akibatnya saya dan anak saya dikucilkan di lingkungan sekolah. Bagaimana mungkin? Ini kasus penganiayaan anak di bawah umur, jelas karena saya telah melakukan visum di rumah sakit dan anak saya dinyatakan luka memar karena pukulan.
Sekolah di SD negeri memang tidak dipungut biaya, tapi bukan berarti anak didik bisa diperlakukan semena-mena. Setelah kejadian pemukulan tersebut saya sering dijadikan bahan ledekan dan cemoohan guru-guru. Akhirnya terpaksa saya memindahkan anak yang menjadi korban pemukulan guru itu ke sekolah lain.
Fitriana Kompleks Bea Cukai RT 014 RW 007, Cilincing, Jakarta
sumber: REDAKSI YTH, Kompas, Kamis, 21 Februari 2008

Tidak ada komentar:
Posting Komentar