[PONTIANAK] Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sebab, penyelenggaraan UN dan UASBN termaktub dalam Undang-Undang (UU) No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) No 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.
"Siapa pun Mendiknasnya, UN tetap dilaksanakan," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, di sela-sela pertemuan gubernur se-Kalimantan dalam rangka program wajib belajar sembilan tahun, di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (15/4).
Berkaitan dengan keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bahwa UN harus ditunda dan meminta Pemerintah membenahi dulu kualitas guru, Mendiknas menjawab singkat bahwa pihaknya belum menerima hasil putusan itu. Dia juga belum memastikan apakah akan mengajukan kasasi terhadap putusan itu.
Menurut Mendiknas, hal yang paling penting untuk diprioritaskan oleh peserta UN bukanlah angka kelulusan, namun nilai kejujuran. Dia merasa tidak pernah membebani dalam memberikan target kelulusan. "Itu yang betul-betul saya tuntut. Saya tidak pernah memaksakan kelulusan seluruh peserta ujian. Namun, jika mengenai kejujuran, sangat saya tekankan," ucapnya.
Sedangkan mengenai pencapaian nilai UN bagi para siswa SMP, SMA dan sederajat, Mendiknas sepenuhnya menyerahkan kepada masing-masing sekolah agar dapat mengerahkan segala upayanya untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
"Untuk urusan nilai, silakan upaya masing-masing sekolah karena memang sudah ada otonomi yang diberikan untuk sekolah di seluruh daerah. Bila ada permasalahan, sekolah juga harus bisa mengatasi solusinya," katanya. Menurutnya, otonomi yang diberikan kepada seluruh sekolah akan membuat sekolah menjadi lebih dewasa dalam menghadapi UN selanjutnya.
BOS Buku
Selain itu, Mendiknas menegaskan, pemangkasan dana bantuan operasional sekolah (BOS) Buku dilakukan karena pemerintah telah mencanangkan proyek buku murah. Ini, katanya, merupakan reformasi perbukuan secara mendasar sehingga tidak ada lagi monopoli dari penulis maupun penerbit bahkan pemerintah.
"Karena melanggar undang-undang maka dilarang melakukan monopoli. Dengan harapan pasar buku hidup lagi, ada gairah para guru menulis buku," tuturnya.
Mendiknas menjelaskan, awalnya Depdiknas keberatan dengan adanya pemangkasan anggaran sebesar 15 persen, namun setelah pertemuan dengan DPR maka ditetapkan pemangkasan anggaran sebesar 10 persen. "Bahkan, dari awal saya hanya minta pemangkasan sebesar 0,40 persen. Tapi ternyata yang disepakati hanya 10 persen," katanya.
Dia memastikan, dengan adanya pembelian hak cipta buku maka sekolah bisa mengunduhnya secara gratis melalui internet dan bisa memperbanyak. Pemerintah sudah membeli hak ciptanya. Saat ini sudah 49 judul buku, dan pemerintah akan membeli hak ciptanya hingga ratusan judul buku, mulai jenjang SD hingga SMP.
Selain itu, lanjutnya, buku yang diunduh harus dipilih oleh sekolah dan masa berlaku lima tahun. Murid langsung membeli ke pengecer, dan guru dilarang berdagang buku kepada murid. Sekolah wajib menyediakan buku teks pelajaran dalam jumlah cukup di perpustakaan untuk siswa miskin.
Bambang menjelaskan, dana untuk BOS tahun 2007 mencapai Rp 11,54 triliun. Penyaluran ke masyarakat sudah sampai dan hasilnya menggembirakan serta dirasakan oleh pemangku kepentingan pendidikan. Menurutnya, BOS juga telah membebaskan 70,3 persen murid SD\MI dan SD\Mts dari pungutan biaya operasional, dan semua siswa miskin bebas dari pungutan. [W-12/146]
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/04/16/index.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar