Rabu, 26 Mei 2010 | 04:14 WIB
SALATIGA, KOMPAS - Kementerian Pendidikan Nasional akan mengevaluasi semua rintisan sekolah bertaraf internasional atau RSBI. Hal ini dilakukan untuk memantau mutu RSBI, sekaligus menanggapi banyaknya keluhan masyarakat soal penarikan dana yang terlalu tinggi oleh RSBI.
"Sekarang ini muncul suara sumbang dari berbagai tempat. Bahkan, RSBI dipelesetkan menjadi rintisan sekolah bertarif internasional. Kesannya RSBI itu sekolah mahal, padahal awalnya konsep RSBI itu bagaimana meningkatkan mutu pendidikan," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad yang mewakili Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh membuka English Camp SMA RSBI Jawa Tengah di Kota Salatiga, Selasa (25/5).
Menurut Hamid, penarikan dana dari masyarakat oleh RSBI, sebagian tidak disertai dengan laporan penggunaan yang transparan. Mestinya, transparansi senantiasa melekat pada RSBI.
Menurut Hamid, sekolah yang tidak lolos dalam standar RSBI statusnya akan dikembalikan menjadi sekolah standar nasional. Sementara sekolah yang memenuhi persyaratan minimal akan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Menurut dia, RSBI sangat layak dievaluasi karena program tersebut sudah berjalan sekitar lima tahun.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, pada 2009 program RSBI diikuti 136 sekolah dasar, 300 sekolah menengah pertama, 118 sekolah menengah kejuruan, serta 320 sekolah menengah atas.
"Memang RSBI boleh menarik dana dari masyarakat. Namun, belum diatur berapa dana yang boleh dipungut dari masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, sekolah yang bermutu dan berkualitas sudah pasti akan mahal karena membutuhkan biaya tinggi. Namun, kemahalan tersebut tidak seharusnya dibebankan seluruhnya kepada masyarakat atau orangtua siswa. Dia mengatakan, Kementerian Pendidikan Nasional sedang mencoba mencari formulasi pendanaan yang tepat, seperti pada pendanaan wajib belajar sembilan tahun yang ditanggung bersama oleh pemerintah pusat, provinsi, serta kabupaten dan kota.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Tengah Kunto Nugroho mengatakan, di Jawa Tengah saat ini terdapat 12 SD, 66 SMP, 59 SMK, dan 55 SMA RSBI yang akan dievaluasi. Sekolah tersebut harus memenuhi delapan komponen pendidikan, antara lain sarana dan prasarana, standar isi, kompetensi lulusan, proses pembelajaran, dan pengelolaan.
Amandemen UU Sisdiknas
Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, sumber masalah RSBI ada pada Undang-Undang 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama Pasal 50 Ayat 3. Dalam undang-undang tersebut, daerah didorong untuk membentuk RSBI dan SBI.
"Kenyataannya, pembentukan RSBI dan SBI telah menciptakan kastanisasi pendidikan," kata Darmaningtyas. Sebab, sekolah distratifikasi menjadi sekolah reguler, sekolah kategori mandiri (SKM), RSBI. SBI, dan sebagainya. Untuk RSBI dan SBI, hanya anak dari keluarga kaya yang bisa masuk sekolah tersebut karena biaya masuk dan iuran bulannya sangat mahal. "Walaupun katanya ada beasiswa untuk keluarga miskin, kenyataannya anak-anak tersebut minder karena lingkungan sekitarnya anak-anak dari keluarga kaya," kata Darmaningtyas.
Adanya RSBI dan SBI, lebih parah lagi, melanggar Undang-Undang Dasar 1945 yang diamandemen, terutama Pasal 31 Ayat (3). Ayat tersebut menyatakan, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
"Dengan adanya kastanisasi pendidikan, berarti sistem pendidikan kita telah melanggar UUD 1945," kata Darmaningtyas.
Karena itu yang lebih penting dilakukan sekarang, lanjut dia, bukan sekadar mengevaluasi RSBI tetapi mengamandemen Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sebagai sumber masalahnya. Sejumlah anggota DPR juga sudah menyadari "kesalahan" Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ini sehingga merencanakan untuk mengamandemennya. (GAL/THY)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/26/04143849/rsbi.akan.dievaluasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar