05 Maret 2009

Pendidikan Tinggi - Ingin Kuliah, Kok, Rumit Sekali?

Oleh Indira Permanasari

Kamis, 5 Maret 2009 :: Sejumlah murid kelas XII SMA 1 Rongkop, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, bingung. Mereka sama sekali tidak tahu bagaimana cara mendaftar ke perguruan tinggi negeri secara online.

 Di sekolah kami tidak ada internet. Warung internet terdekat jaraknya 30 kilometer," kata Febrina Sulistyo Rini (18), siswa sekolah tersebut.

 Bukan cuma dia yang mengeluh demikian. Teman-temannya mengeluhkan hal serupa. Terbatasnya akses internet menjadi kendala utama mereka mengikuti perkembangan informasi soal perguruan tinggi negeri.

 "Jangankan internet, komputer pun tak ada," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA I Rongkop Ekwantoro.

 Informasi tentang perguruan tinggi negeri hanya diperoleh dari brosur-brosur yang terkadang sudah kedaluwarsa. Akibatnya, sangat sedikit siswa yang berhasil menembus ke perguruan tinggi negeri.

 Siswa yang kebanyakan anak buruh tani tidak berani mendaftar ke perguruan tinggi swasta yang biayanya sangat mahal. "Jangankan ke PTS mahal, uang SPP Rp 44.000 per bulan saja banyak yang menunggak," kata Ekwantoro.

 Kondisi serupa dialami murid-murid SMA 1 Patuk, Yogyakarta. "Hanya 15 persen murid yang berniat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri," kata Kepala SMA Patuk Bambang Purwadi.

 Terbatasnya informasi soal perguruan tinggi negeri juga dirasakan siswa-siswa SMK Pawiyatan Dhaha, Kota Kediri, Jawa Timur. "Di sekolah kami hanya ada tiga komputer sehingga harus digunakan secara bergantian," ujar Wiji Rahayu, siswi SMK tersebut. "Ingin juga kuliah di negeri, tetapi rumit ya...," ujarnya.

Lebih aktif

 Meski pendaftaran secara online bagi sejumlah siswa membingungkan, hal itu bagi siswa yang akrab dengan internet justru sangat menguntungkan. Siswa SMA Negeri 1 Kediri, misalnya, merasa sangat diuntungkan dengan pendaftaran melalui internet.

 "Tidak repot dan bisa menghemat ongkos," kata Ahmad Marzuki Yahya, siswa SMA Negeri 1 Kediri yang bercita-cita melanjutkan pendidikan ke Universitas Padjadjaran, Bandung.

 Di sekolah-sekolah lain, terutama di perkotaan, siswa juga mulai sibuk mencari informasi dan pendaftaran ke PTN melalui internet. Itu, misalnya, dilakukan sejumlah siswa SMA Negeri 70 Jakarta, yang merupakan salah satu sekolah unggulan.

 Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 70 Burhanuddin mengungkapkan, murid-muridnya memang sudah disibukkan oleh persiapan masuk perguruan tinggi negeri. Murid-muridnya pun tahu, sebuah perguruan tinggi negeri bisa mempunyai lebih dari lima jalur masuk ke program sarjana. Ujian juga tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali sesuai minat siswa.

 "Berbeda dengan zaman ketika untuk masuk perguruan tinggi cukup mendaftar, membayar, dan ujian sekali saja lewat seleksi penerimaan mahasiswa baru alias SPMB. Itu pun setelah ujian di sekolah selesai," ujarnya.

 Sebagai pendidik, Burhanuddin sebetulnya berharap jadwal seleksi masuk tersebut dapat lebih disesuaikan dengan ujian nasional.

Apalagi karakter dari ujian yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi berbeda dengan ujian nasional.

 Rogoh kantong

 Tingginya biaya seleksi menjadi persoalan tersendiri buat siswa. Semakin banyak jalur dengan ujian seleksi mandiri, berarti kian besar biaya dikeluarkan.

 Satu formulir saja bisa mencapai Rp 200.000 hingga Rp 850.000. Para calon mahasiswa harus mulai merogoh kantong dalam-dalam. Belum lagi untuk biaya "uang pangkal"-nya. Bagi sebagian masyarakat, biaya masuk perguruan tinggi termasuk berat dan harus dipersiapkan baik-baik.

 Bagi Wulan, siswi kelas tiga Jurusan Akuntansi SMK Budiwarman 1, Jakarta, masuk perguruan tinggi sekarang terbilang mahal. "Paling tidak kami sudah harus siap minimal Rp 20 juta. Diusahakan masuk ke negeri dulu, tapi kalau tidak dapat, baru ke swasta," ujar Wulan.

 Untuk itu, dia mencari perguruan tinggi yang masuk dalam rentang pendanaan orangtuanya. Wulan berencana mengikuti ujian gelombang kedua Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Wulan sendiri berharap dapat diterima di STAN sehingga tidak memberatkan beban ayahnya yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.

 Sandro, siswa SMA Negeri 70 Jakarta, juga demikian. Setidaknya orangtuanya harus sudah menyiapkan sekitar Rp 40 juta.

 "Di ITB, misalnya, untuk gelombang pertama, informasinya, lebih mahal uang masuknya sekitar Rp 55 juta. Jadi saya pilih ikut gelombang kedua yang katanya lebih murah sekitar Rp 25 juta. Untuk Universitas Indonesia lebih murah, bisa 0 sampai Rp 25 juta," ujarnya. (NIK/IRE/WKM)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/05/05402467/ingin.kuliah.kok.rumit.sekali

Tidak ada komentar: