11 Maret 2009

Majelis Wali Amanah UGM Tidak Sepakat UU BHP

Jakarta, Kompas - Kanker nasofaring merupakan kanker yang menyerang leher serta kepala dan banyak ditemukan di Indonesia. Tumor itu bisa dikendalikan dengan menerapkan pola hidup sehat dan mendeteksi penyakit itu secara dini.

"Bila didiagnosis secara dini, terapi akan lebih efektif. Pasien berpeluang sembuh atau mampu bertahan hidup," kata dokter spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Budianto Komari, dalam seminar sehari, Selasa (10/3) di Jakarta.

Selama ini kasus karsinoma nasofaring atau tumor ganas pada nasofaring didominasi faktor ras mongoloid, yaitu penduduk China selatan, dengan angka kejadian 40-50 kasus per 100.000 penduduk, sementara di Eropa dan Amerika Utara kurang dari 1 kasus per 100.000 penduduk.

Di Indonesia, kanker nasofaring menempati peringkat pertama keganasan untuk THT, serta urutan keempat terbanyak di antara seluruh jenis keganasan. Angka kejadian diperkirakan 4,7 kasus per 100.000 penduduk.

Di RSCM tercatat rata-rata 100 kasus baru karsinoma nasofaring per tahun, di RS kanker Dharmais 70 kasus baru per tahun, dan di RS Hasan Sadikin Bandung 60 kasus baru per tahun. "Angka kasus pada pria 2,18 kali lebih tinggi daripada perempuan," ujarnya.

Diagnosis secara dini sulit dilakukan karena tumor itu baru menampakkan gejala khas pada stadium lanjut. Apalagi letak tumor itu tersembunyi, di belakang hidung dan pertengahan dasar tengkorak, sehingga sulit dilihat jika tidak diperiksa ahlinya. "Gejala awalnya tidak khas, mirip penyakit lain," kata Budianto.

Tumor ganas itu umumnya tumbuh dekat sekali dengan muara tuba eustachius (saluran yang terhubung dengan telinga) sehingga pembesaran sedikit pada tumor menyebabkan tersumbatnya saluran ini. Pembesaran ini menimbulkan gejala, antara lain telinga berdenging dan gangguan pendengaran satu sisi telinga. Gejala lain adalah perdarahan ringan melalui hidung. Pada stadium lanjut, ditandai pembesaran pada leher.

Bila dideteksi pada stadium awal, angka ketahanan hidup 5 tahun mencapai 76 persen. Bila pasien diterapi pada stadium tiga dan empat, angka ketahanan hidup 5 tahun 40 persen. "Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lain perlu dilibatkan dalam deteksi dini kanker nasofaring," kata Kepala Subbagian Humas RS Kanker Dharmais Bambang Purwanto.

Infeksi virus

Penyebab kanker nasofaring adalah infeksi virus Epstein Barr. Namun, ada beberapa faktor lain, yaitu faktor lingkungan, seperti iritasi oleh bahan kimia, kebiasaan memasak dengan asap, dan kebiasaan mengonsumsi ikan maupun daging yang diawetkan dengan nitrosamine.

Lingkungan kerja yang terpapar gas dan bahan kimia industri, peleburan besi, formaldehida dan serbuk kayu berisiko terserang tumor ganas itu. "Mereka yang sering terpapar dupa atau kemenyan dalam jangka panjang juga rentan," ujarnya.

Diagnosis karsinoma nasofaring ditegakkan dengan biopsi nasofaring. Pemeriksaan penunjang, yaitu CT-Scan, untuk mendiagnosis tumor-tumor di daerah kepala dan leher sehingga tumor primer yang tersembunyi bisa ditemukan. "Selain deteksi dini, terapkan pola hidup sehat dan menghindari faktor risiko," kata Budianto. (EVY)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/11/05415632/majelis.wali.amanah.ugm.tidak.sepakat.uu.bhp

Tidak ada komentar: