07 Februari 2009

Perjanjian Kerja Guru Berimplikasi Luas - Guru Jadi Punya Hak Mogok

Jakarta, Kompas - Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan berimplikasi luas terhadap guru. Model perjanjian kerja bersama guru dengan BHP menempatkan guru sebagai tenaga kerja sehingga status guru mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Hal itu dikemukakan Suparman, guru sekaligus Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), dalam diskusi terbatas bertajuk "Implikasi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP)" di Harian Kompas, Kamis (5/2).

Suparman mengatakan, guru ditempatkan sebagai pekerja profesi, yaitu guru sebagai pekerja dengan keahlian atau pendidikan khusus yang menerima gaji dari pihak yang mempekerjakannya, dalam hal ini BHP di sekolah.

Jika mengacu pada UU Ketenagakerjaan, upah minimum regional dan perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja harus dipenuhi oleh BHP. "Ini belum tentu dapat dipenuhi, terutama sekolah swasta kecil," ujarnya.

Adanya institusi perjanjian kerja membuat hal-hal terkait dengan hubungan kerja dalam satuan BHP secara hukum harus diselesaikan menggunakan UU Ketenagakerjaan.

"Ini menjadi persoalan karena guru termasuk buruh atau profesi," kata Suparman.

Hak mogok

Tidak hanya terkait kesejahteraan, jika status guru mengacu pada UU Ketenagakerjaan, guru juga mempunyai hak berserikat dan hak mogok. Hak tersebut dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dan ditujukan untuk kepentingan terbaik anak didik.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengungkapkan, guru merupakan profesi dan bukan buruh kasar. "Kesejahteraan guru minimum sesuai ketentuan tenaga kerja, tetapi seharusnya di atas itu," ujarnya.

Dengan demikian, BHP itu nantinya dalam penentuan kesejahteraan guru harusnya berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup layak guru. "Guru bisa mendapatkan kesejahteraan di atas upah minimum regional," ujarnya. Namun, ketentuan ini tidak bisa dipaksakan segera karena sekolah-sekolah swasta kecil pasti tidak mampu dan bisa tutup atau membubarkan diri.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X DPR, Anwar Arifin, mengungkapkan, pemerintah seharusnya dapat menghitung gaji guru untuk kebutuhan hidup layak para guru tersebut. Dengan demikian, guru mempunyai pegangan dan tidak ada lagi yang dibayar dengan minim atau seikhlasnya.

Secara terpisah, pengamat pendidikan, Darmaningtyas, yang menulis buku berjudul Tirani Kapital dalam Pendidikan, Menolak UU BHP mengatakan, sejumlah pihak akan tetap menolak UU BHP karena banyak hal-hal kontroversial. Selain soal guru, tidak disinggung pula tanggung jawab pemerintah terhadap siswa miskin yang kurang cerdas. "Padahal, jumlah siswa miskin cukup banyak, bisa mencapai 40 persen dari jumlah peserta didik," ujarnya.

Menurut Darmaningtyas dan kedua rekannya, beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menolak UU BHP antara lain membangun wacana UU BHP tidak diperlukan dan melakukan uji materi (judicial review). (INE/POM)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/07/00561017/perjanjian.kerja.guru.berimplikasi.luas

Tidak ada komentar: