18 Januari 2009

Anggaran Pendidikan dalam Ancaman Korupsi (Opini Hafidzul Ulum - Staf pengajar di SD Islam Sabilillah Full Day School Sidoarjo)

Kita patut bangga dengan ditetapkannya anggaran pendidikan tahun 2009 sebesarnya 20 persen atau sama dengan Rp 224 triliun. Ada peningkatan yang sangat signifikan dibanding dengan anggaran pendidikan tahun 2008 yang hanya sebesar 15,6 persen atau Rp 154,2 triliun.

Bukan itu saja, ternyata anggaran pendidikan tahun 2009 sangat istimewa. Saya katakan istimewa karena anggaran pendidikan tahun 2009 paling tinggi jumlahnya dibanding dengan anggaran untuk departemen yang lainnya. Departemen Pekerjaan Umum misalnya, hanya sebesar Rp 35,7 triliun, Departemen Pertahanan Rp 35 triliun, Polri Rp 25,7 triliun, Departemen Agama Rp 20,7 triliun, Departemen Kesehatan Rp 19,3 triliun, dan Departemen Perhubungan Rp 16,1 triliun. Maka tidak salah kalau anggaran pendidikan tahun 2009 saya sebut istimewa.

Walaupun negara kita kalah start dengan negara lainnya, tapi kita masih patut ajukan jempol untuk perjuangan dan usaha pemerintah kita dalam merealisasikan anggaran pendidikan yang sesuai dengan pasal 31 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945. Sudah bosan kiranya para pakar, para praktisi, dan para pengamat pendidikan yang terus-menerus melontarkan kritik terhadap pemerintah. Dan, sudah bosan pula pemerintah mendengar kritik tersebut tanpa melaksanakannya. Sudah saatnya pemerintah membuktikan janjinya untuk merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN yang telah ditetapkan.

Perlu kiranya kita mengingat pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah menetapkan RUU APBN tahun 2009, khususnya dalam hal pendidikan. SBY mengatakan, ''Dengan anggaran pendidikan yang Alhamdulillah sudah mencapai 20 persen dari APBN kita, kita berharap untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini, guna membangun keunggulan dan daya saing bangsa di abad 21 ini.''

Begitu besar harapan pemimpin Negara ini, untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan melalui anggaran 20 persen. Setelah ditetapkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen, dapatkah anggaran itu terealisasikan dengan baik? Yaitu, betul-betul dapat meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini? Pertanyaan itu akan terjawab pada tahun 2009 nanti. Tapi, tidak ada salahnya kalau kita ajukan pertanyaan itu sekarang, agar kita semua paham, begitu pentingnya anggaran pendidikan bagi masyarakat kita. Terutama masyarakat yang tidak mampu, yang selama ini tidak mendapatkan haknya dalam menikmati pendidikan yang bermutu.

Anggaran yang begitu besar, memang sangat menggoda banyak orang. Anggaran tersebut bagaikan daging yang masih segar, yang menggiurkan banyak hewan yang kelaparan. Sekali saja daging itu dibiarkan, maka jangan harap daging itu bisa kembali.

Begitu juga anggaran pendidikan kita yang begitu besar, sangat rawan dari ancaman korupsi. Terutama, ancaman korupsi yang dilakukan birokrasi, baik birokrasi pendidikan atau birokrasi yang lainnya.

Belajar dari kasus sebelumnya, sebagaimana yang dilaporkan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), sebanyak 60-70 persen dari APBN 2007 terkuras untuk biaya birokrasi pemerintah, legislatif, dan aparat hukum. Adapun Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) Depdiknas, misalnya, hanya mencadangkan 15 persen, atau Rp 7,5 triliun, dari Rp 51,3 triliun anggarannya untuk rehabilitasi sekolah, beasiswa, dan perpustakaan. Sisanya untuk program yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan pendidikan, seperti administrasi kepegawaian, sarana dan prasarana kantor, serta perjalanan dinas.

Kalau anggaran pendidikan pada tahun 2009 nanti hanya sebesar 20 persen, kemudian dihabiskan pada tingkat birokrasi, maka bagaimanakah mutu pendidikan kita bisa meningkat? Dan, bagaimanakah orang-orang miskin bisa sekolah, kalau biaya sekolah masih tetap mahal? Menurut saya itu hanya sebuah isapan jempol belaka. Pendidikan yang bermutu, dan pendidikan yang dapat dirasakan semua orang hanya akan menjadi mimpi-mimpi indah dalam tidur kita.

Untuk menghindari itu semua, pemerintah harus bergerak cepat, untuk mengamankan anggaran pendidikan yang telah ditentapkan, agar tidak terjadi kecurangan nantinya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah harus membuat tim pengawas anggaran, yang akan mengawasi penggunakan anggaran. Bagaimanakah anggaran itu diterapkan, dan sudah tepatkah anggaran itu diberikan? Itulah yang harus dilakukan pemerintah agar anggaran tersebut terealisasi dengan baik.

Yang kedua adalah pemerintah harus menetapkan birokrat-birokrat yang  berpengalaman, dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk memajukan pendidikan. Bukan birokrat yang dipilih karena dukungannya terhadap wali kota atau bupati yang terpilih. Karena, birokrat yang seperti ini akan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadinya. Dalam otaknya hanya ada teori bisnis, yaitu mengambil sebanyak-banyaknya, tanpa mengalami kerugian.

Anggaran yang begitu besar harus diawasi dan dijaga dengan baik, dan juga harus dipegang oleh orang-orang yang mempunyai komitmen tinggi dalam meningkatkan pendidikan di negeri ini. Dengan menyelamatkan anggaran tersebut, kita sudah menyelamatkan Negara kita dari keterpurukan. Save Our Nation!

http://www.republika.co.id/koran/35/23463.html

Tidak ada komentar: