|
Kota, Warta Kota

"Ada perlakuan yang tidak nyaman terhadap anak, ini melanggar Undang-undang Perlindungan Anak," ucap Wakil Koordinator Education Forum, Yanti Sriyulianti, Rabu (17/9). Perlakuan seperti di SMAN 22 itu juga melanggar Pasal 4 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan yang tidak diskriminatif.
Menurut Yanti, setiap anak, dalam kondisi apa pun, harus mendapat perlindungan dan dipenuhi hak-haknya. Demikian pula siswa yang belum membayar uang sekolah harus mendapat perlindungan. Bahkan, anak yang tidak mampu membayar biaya pendidikan seharusnya mendapat beasiswa dari sekolah atau pemerintah.
Yang terjadi di SMAN 22, siswa yang belum membayar iuran sekolah didiskriminasi dengan disuruh mengerjakan soal ujian di halaman. Bagi siswa SMA, berumur belasan tahun, perlakuan seperti itu membuat mereka merasa dipermalukan. "Anak usia SMA gengsi dan harga dirinya lagi tinggi. Mempermalukan mereka akan memengaruhi psikologi mereka," ujar Yanti.
Seharusnya, sekolah sebagai pelaksana pendidikan menempatkan prinsip tidak mendiskriminasi anak serta menghormati, memenuhi, dan melindungi anak di tempat paling tinggi. Kalaupun ada dugaan si siswa menggunakan uang sekolah untuk keperluan lain, dugaan itu harus dibuktikan.
"Anak sedang belajar, tapi proses belajarnya malah dihambat dengan tempat belajar yang tidak nyaman," tuturnya.
Proses belajar dan ujian yang terganggu akan berpengaruh terhadap hasil ujian. Jika hasil ujian buruk, si anak akan mengalami bullying kedua, yakni dianggap bodoh. Menurut Yanti, tugas pemerintah adalah menyosialisasikan sekolah yang ramah anak dan sekolah sebagai ujung tombak perlindungan anak.
Sekjen Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait juga menilai tindakan kepala SMAN 22 menyuruh siswa yang belum membayar iuran mengikuti ujian di luar kelas adalah pelanggaran terhadap hak anak. "Apa pun alasannya, tidak dibenarkan anak ujian di luar kelas. Itu namanya diskriminasi dan melanggar hak anak untuk mendapat pendidikan yang normal," ujarnya, kemarin.
Malah, cara seperti itu berbahaya bagi perkembangan anak. Menurut Arist, mengerjakan ujian di luar kelas dan dengan duduk di lantai bisa membuyarkan konsentrasi si anak. Selain itu, kondisi tersebut membuat si anak malu dan bisa mengurangi kecerdasan pada anak. "Ini juga termasuk kekerasan, tapi yang diserang psikologisnya, mereka dibedakan dari teman-temannya. Bagi yang miskin, bisa tambah minder," katanya.
Arist mengatakan, ujian di luar kelas bisa saja dilakukan di sekolah yang mempunyai sistem belajar outdoor atau luar ruangan. Namun cara belajar seperti itu diikuti oleh semua siswa dan bukan merupakan sanksi.
Beda keterangan
Seperti diberitakan, 30 siswa SMAN 22 dipaksa mengikuti ujian di halaman sekolah yang terletak di Jalan Kramat Asem, Utankayu, Matraman, Jakarta Timur itu. Para siswa tersebut disuruh ujian di luar kelas karena belum membayar iuran komite sekolah sebesar Rp 450.000.
Kepala SMAN 22 Elfrida Manurung mengatakan bahwa para siswa tersebut "dihukum" karena diduga menyelewengkan uang iuran komite sekolah. Dengan kata lain, mereka telah diberi uang oleh orangtuanya namun tidak disetorkan. Menurut Elfrida, tujuan pemberian sanksi itu adalah menanamkan kejujuran kepada siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Margani M Mustar mengatakan dirinya sudah mendapatkan keterangan dari Kepala SMAN 22 mengenai siswa yang ujian di luar kelas. "Saya sudah tanyakan, kata kepala sekolah (SMAN 22) tidak ada seperti yang diberitakan di Warta Kota," ujarnya saat dihubungi kemarin sore.
Ketika ditanya tentang tindakan yang akan dijatuhkan dinas kepada kepala SMAN 22, Margani menjawab, "Kenapa segala sesuatu harus ada tindakan? Kita sudah commit untuk pendidikan, jadi semua yang terjadi di sekolah itu untuk kepentingan pendidikan."
Pantauan Warta Kota, pada hari ketiga ujian tengah semester atau Rabu (17/9), tidak ada lagi siswa SMAN 22 yang mengerjakan ujian di luar kelas. Seorang siswa SMAN 22 mengatakan beberapa temannya yang pada Selasa lalu mengerjakan ujian di halaman, kemarin mengikuti ujian di ruang kelas.
"Teman saya yang belum bayar iuran komite sekolah dan Selasa lalu harus ujian di luar kelas, tadi sudah boleh masuk. Hanya saja, dia pakai kartu ujian sementara karena belum bayar iuran komite sekolah," ungkapnya.
Salah satu orangtua murid SMAN 22, Ny Sam, mengatakan ia sangat tidak setuju dengan kebijakan sekolah mengharuskan siswa yang membayar iuran komite sekolah untuk mengerjakan ujian di luar kelas. Namun Ny Sam juga mengatakan bahwa sepengetahuannya ada siswa yang menyelewengkan uang iuran tersebut.
"Kalau siswa bandel, sekolah harus mendidiknya, bukan dengan mengusir siswa dari kelas. Aneh kalau sekolah mengusir siswa dari kelas. Bukan sekolah namanya kalau nggak punya cara dan teknik yang lebih manusiawi dalam mendidik siswanya," katanya. (bum/tan/sab)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar