01 Agustus 2008

Pengorbanan Guru, Sekolah Pun sampai Berutang Sana-sini...

Kompas/Irene Sarwindaningrum / Kompas Images
Anak-anak bermain di pasir hasil utangan yang menggunung di halaman SDN Tukangan, Yogyakarta, Kamis (31/7). Sekolah terpaksa berutang karena dana renovasi belum juga turun.

Mawar Kusuma dan Irene Sarwindaningrum

Bulan Agustus ternyata jadi bulan berat bagi para guru di wilayah DI Yogyakarta, terutama Kota Yogyakarta, karena dana bantuan operasional sekolah triwulan Juli hingga September belum mengucur. Tak ada pilihan lain bagi guru-guru selain berutang sana-sini untuk merenovasi sekolah.

Memasuki bulan Agustus, keresahan Thoyibah (55) makin memuncak. Kepala SD Islamiah Pakualaman, Kota Yogyakarta, itu belum memperoleh uang untuk membayar gaji pegawai dan delapan guru honorer yang bekerja di sekolah itu.

Uang kas sekolah yang biasanya digunakan untuk membayar gaji mereka nyaris habis untuk membiayai renovasi gedung sekolah itu.

Saat ini uang kas sekolah yang berasal dari sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) cuma tersisa Rp 2 juta. Namun, uang itu sengaja disisihkan untuk membayar upah mingguan para tukang yang harus ia bayar setiap Sabtu. "Untuk bayar tukang, nanti uang sisa ini langsung habis semua," kata Thoyibah, Kamis (31/7).

Thoyibah sungguh tak menyangka, janji manis pemerintah yang semula ia anggap berkah berbalik menjadi masalah yang membuatnya sulit tidur. Kemelut keuangan SD Islamiah Pakualaman itu bermula dari dana program renovasi 47 sekolah dasar dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang belum juga turun. Sekolah swasta yang telah berdiri tahun 1959 itu dapat jatah sekitar Rp 336 juta untuk merombak ruang kelas yang telah lapuk termakan usia.

Sekolah penerima dana renovasi terikat syarat untuk memulai renovasi pada 14 Juli 2008 dan harus selesai 11 Oktober. Untuk menalanginya, SD Islamiah Pakualaman menggunakan semua dana SPP serta berutang kepada komite sekolah. Biaya untuk merobohkan kelas sudah menghabiskan Rp 7 juta, Rp 5 juta dari dana itu adalah hasil berutang. Namun, 11 hari sesudah gedung roboh, dana BOS itu belum juga menetes. Dana BOS ternyata tak datang juga.

Kegelisahan juga dialami pengelola SD Negeri Tukangan yang memperoleh jatah Rp 301 juta untuk renovasi. Hingga kini, SD yang masih berlantai tegel teraso itu berutang material sampai Rp 50 juta. Material utangan di antaranya pasir, kerikil, batu bata, dan semen untuk mengganti lantai dengan tegel keramik serta membuat wastafel di tiap kelas dan laboratorium komputer.

Selain berutang pada toko material, para guru SDN Tukangan di Jalan Mas Suharto, Yogyakarta, berinisiatif mengumpulkan dana "talangan", sukarela dari para guru atau kenalan para guru. Terkumpul dana talangan Rp 15 juta, semuanya telah habis terpakai. "Uang itu akan diganti kalau dana BOS sudah turun. Saya harap secepatnya karena saya juga membutuhkannya," kata Alip Ichwan (57), guru Agama di SDN Tukangan yang ikut meminjamkan Rp 1 juta lebih.

Sutono (50) pun ikut gelisah. Tukang kebun SD Islamiah Pakualaman yang bekerja 20 tahun itu kini terancam terlambat menerima gaji Rp 325.00 per bulan.

Bila dana belum juga mengucur Senin depan, Thoyibah terpaksa memakai uang pribadi. "Ya, entah nanti dapat dari mana, mungkin harus utang lagi."

Keterlambatan dana BOS juga mengganggu proses belajar- mengajar di SDN Tambak Boyo, Sleman. Siswa kelas I di SD itu terpaksa " belajar" dengan komputer rusak. Siswa hanya menowel-nowel komputer tanpa menyalakannya.

Bu Parjiyem, guru Agama Islam SDN Tambak Boyo, mengakui, guru sudah terbiasa ikut menalangi jika ada kekurangan dana. Biaya operasional selama bulan Juli Rp 1,7 juta pun ditanggung renteng para guru. Celakanya, sekolah ini pun tak bisa sepenuhnya mengandalkan uang dari komite sekolah karena lebih dari 40 siswa tak sanggup membayar uang sekolah Rp 10.000 per bulan. Hal ini disebabkan 50 persen siswanya adalah anak pemulung.

Kepala Sekolah SDN Tambak Boyo Sugiyono mengatakan cukup sulit mencari utangan. Apalagi, 70 persen biaya sekolah selama ini selalu ditopang dana BOS.

Para guru kini merasakan, kebijakan pemerintah yang awalnya dilandasi niat baik ternyata menyusahkan guru.

Kalau sudah begitu, apa mungkin guru tetap fokus pada kualitas pendidikan?

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/01/00313132/sekolah.pun.sampai.berutang.sana-sini...

Tidak ada komentar: