[JAKARTA] Pemerintah telah gagal melindungi anak-anak Indonesia dari berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan. Jumlah pekerja anak di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada 2004, jumlah pekerja anak mencapai 1,3 juta orang dan pada 2007 melonjak menjadi 6,5 juta, termasuk 2,1 juta anak yang bekerja dalam situasi buruk. Tahun 2006, tercatat 1,8 juta anak bekerja dalam situasi buruk.
Pelanggaran terhadap hak-hak anak pun meningkat tajam. Pada 2006, tercatat 13.447.775 kasus dan meningkat tajam menjadi 40.398.625 kasus pada 2007.
Pernyataan itu dikemukakan Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait di Jakarta, Rabu (23/7). "Usia anak yang bekerja mulai 7 tahun sampai 15 tahun. Peningkatan jumlah pekerja anak di Indonesia merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam menjalankan undang-undang yang melarang eksploitasi anak dalam pekerjaan. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan secara tegas melarang mempekerjakan anak di bawah usia 15 tahun," katanya.
Kondisi yang memprihatinkan ini diperkirakan akan terus berlangsung dan akan bertambah parah pada kemudian hari karena banyaknya anak putus sekolah akibat beratnya beban hidup.
Dikatakan, meski saat ini telah ada UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak, tetap saja pekerja anak berkeliaran di mana-mana. Dalam UU itu dikatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang sehingga orangtua dilarang menelantarkan anaknya. Kalau dilanggar akan dikenakan sanksi hukuman, termasuk perusahaan yang mempekerjakan anak di bawah umur.
Sedangkan, Kepala Penasihat Teknis Program Pekerja Anak ILO untuk Indonesia, Arum Ratnawati mengaku prihatin dengan kondisi pekerja anak di Indonesia. "Dari tahun ke tahun, jumlah pekerja anak di Indonesia cenderung meningkat. Kami sangat prihatin dengan persoalan pekerja anak, karena mereka kehilangan hak dasarnya untuk bersekolah dan memperoleh pendidikan secara baik," ujarnya.
Data Organisasi Buruh Internasional menunjukkan sekitar 166 juta anak di seluruh dunia menjadi pekerja dan 74, 4 juta anak di antaranya bekerja di sektor pekerjaan yang berbahaya.
Menurut Arum, ILO mendukung penuh upaya Pemerintah Indonesia menghapus pekerja anak. Bahkan, ILO meluncurkan fase kedua program bantuan teknis yang mendukung rencana aksi nasional (RAN) Pemerintah Indonesia untuk penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan anak.
Lindungi Anak
Saat memperingati Hari Anak Nasional di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Rabu (23/7), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh masyarakat Indonesia, ter- utama orangtua dan guru, untuk melindungi anak-anak Indonesia dari kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi, diskriminasi, dan perdagangan anak. Presiden juga mengajak seluruh masyarakat untuk memberi perhatian khusus kepada anak-anak penyandang cacat, anak-anak yatim piatu, anak-anak tidak mampu, dan anak-anak jalanan.
Pada saat itu juga dibacakan hasil Kongres Anak Indonesia berjudul "Suara Anak Indonesia 2008". Sebetulnya, ada enam poin hasil konggres, tetapi yang dibacakan di hadapan Presiden hanya lima poin. Poin yang tidak dibacakan karena dilarang adalah keinginan anak-anak Indonesia untuk membentuk kementerian anak-anak untuk merespons kebutuhan anak Indonesia.
Poin yang dibacakan, antara lain keinginan terlindungi dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan diskriminasi, serta bahaya tembakau agar mereka dapat bertumbuh dan berkembang wajar. [E-7/E-5/A-21]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar