Senin, 12 Mei 2008, Bandung, Kompas - Pelaksanaan ujian nasional jenjang sekolah dasar hingga menengah perlu dievaluasi karena telah menyudutkan guru dan siswa. Kebijakan ini justru menciptakan perasaan tidak nyaman dan teror di kalangan insan pendidikan."Penahanan guru oleh aparat keamanan sungguh sangat menyinggung perasaan 2,3 juta guru di Indonesia. Keberadaan aparat yang berlebihan telah mencoreng wajah pendidikan. Martabat guru telah direndahkan," ujar Wakil Koordinator Education Forum Yanti Sriyulianti dalam jumpa pers, Sabtu (10/5) di Bandung.
Selain itu, pihaknya menuntut pemerintah segera membebaskan para guru tersangka kasus kecurangan pada ujian nasional, antara lain di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. "Untuk ini harus menggunakan pendekatan pendidikan, tak bisa sekadar hukum. Guru terpaksa melakukan sebab tersudutkan," ujarnya.
Menurut Sriyulianti, pemerintah harus mengembalikan proses kelulusan kepada sekolah, di mana guru menggunakan kompetensi pedagogiknya. "Sejak 2003, kami meminta UAN dievaluasi. PP No 19/2005 (tentang Standar Nasional Pendidikan) harus direvisi. Jika tidak, lebih baik Mendiknas mundur," tuturnya.
Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia Suparman mengatakan, sikap pemerintah yang bersikeras menggunakan pendekatan hukum dan keamanan dalam kasus kecurangan ujian nasional sangatlah berbahaya. "Kelak, siswa juga akan ikut ditangkap. Ini bisa menimbulkan perasaan terteror," ujarnya.
Selaku guru, ia tersinggung pemerintah memperlakukan guru tidak lebihnya teroris. Ia meminta Komisi X DPR segera memanggil pemerintah, khususnya Depdiknas, untuk menyikapi persoalan ini. (jon)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar