19 Februari 2008

Ratusan Guru Bantu Tuntut Kejelasan Status

JAKARTA] Ratusan guru bantu di DKI Jakarta kembali berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (18/2). Dalam aksi yang digelar kesekian kalinya ini, mereka menuntut kejelasan status untuk segera diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Demo yang dimulai sekitar pukul 12.00 WIB, sebagai bentuk kekecewaan 3.600 dari 6.700 guru bantu yang berkasnya mandek dan terkatung-katung nasibnya menjadi calon PNS.

"Padahal semua persyaratan yang diminta seperti kecakapan dalam mengajar, tidak pernah absen mengajar telah dipenuhi. Katanya berkas-berkasnya tengah diproses di Lembaga Penjamin Mutu, namun tetap saja belum ada realisasinya. Dari Dirjen Menengah Tinggi Departemen Pendidikan Nasional tidak mau mengutamakan kami," kata Ketua Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia wilayah Jakarta Selatan, Edi Sudiyo.
Perjuangan yang dimulai Agustus 2007 lalu, tampaknya belum terealisasi sebab anggota DPRD Komisi E bidang Kesejahteraan Rakyat Ahmad Husin Alaydrus yang turut menerima perwakilan pendemo menyatakan, guru-guru bantu tersebut harus diseleksi dan kini memang dalam proses seleksi.
Seleksi tersebut juga membutuhkan persyaratan yang mutlak dimiliki seperti bebas KKN atau pungutan liar (pungli). Sekarang banyak guru yang pungli buku pelajaran.
Syarat lainnya, guru-guru bantu tersebut harus bergelar sarjana (S1), usia di bawah 35 tahun, masa mengajar 10-20 tahun. "Kebanyakan usia guru-guru tersebut 50 tahun, kalau dipaksakan jelas melanggar peraturan," tegasnya.
Sementara itu, para guru bantu menilai Pemprov DKI tidak melaksanakan PP No 43/2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon PNS (CPNS). Adanya kualifikasi yang ditentukan Pemprov bagi mereka adalah bentuk ketidakadilan. Mereka menyatakan langkah ini bertentangan dalam aturan yang tertuang dalam PP tersebut yang mengatakan akan menyelesaikan tenaga honorer menjadi CPNS sampai dengan tahun 2009.
Selain itu, Pemprov juga dianggap telah melanggar UU No 14/2005 khususnya Pasal 39 Ayat 3 dan 4 tentang Guru dan Dosen, lewat perlakuan diskriminatif dan tidak adil terhadap tenaga honorer yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Tunjangan
Terkait mandeknya tunjangan penghasilan dan kenaikan gaji 20 persen Pegawai Tidak Tetap (PTT), Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo mengatakan, kenaikan itu tidak bisa ditunda.
"Gaji itu hukumnya wajib, jadi gaji Pegawai Tidak Tetap yang dikurangi bertentangan dengan perundangan. Gaji mereka tidak bisa dipotong. Pemerintah wajib menganggarkan 12 bulan, jangan hanya sembilan bulan dulu lalu tiga bulan berikutnya menyusul," katanya. [ASR/MYS/L-8]

Tidak ada komentar: