Baru-baru ini saya mengunjungi salah satu bangunan sekolah swasta yang berlokasi di Jalan Kecubung, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Melihat bangunan sekolahnya, miris rasanya, apalagi melihat jumlah siswanya hanya enam orang untuk SLTA dan 20 orang untuk SLTP.
Bahkan, SMK sudah tutup karena tidak ada siswa. Inilah fenomena pendidikan di Indonesia, fasilitas sekolah memadai karena dilengkapi oleh perangkat komputer canggih serba modern, ternyata bangunan sekolah memprihatinkan.
Sementara kalau melihat tingkah laku pejabat dan wakil rakyat yang duduk di DPR, mereka sibuk dengan sidang paripurna yang membahas Bank Century. Mereka lupa bahwa wakil-wakil rakyat tersebut dipilih oleh rakyat pada pemilu.
Rakyat menyesal telah memilih wakil-wakil yang salah untuk duduk di kursi terhormat. Inilah pemandangan yang kontras di lingkungan masyarakat kita, betapa ironisnya melihat bangunan sekolah yang tidak layak untuk sarana belajar dan sikap wakil rakyat yang kita saksikan di televisi.
HERU P UTAMA Jalan Selat Muna G IV, Duren Sawit, Jakarta
Jadwal Ujian Nasional Susulan
Ujian nasional (UN) SMA telah dimulai tanggal 22 Maret 2010 dan ujian susulan telah dijadwalkan berlangsung mulai tanggal 29 Maret 2010. Sebagai orangtua murid, saya merasa prihatin dengan jadwal ujian susulan yang telah ditetapkan oleh Kemdiknas karena hanya jeda satu minggu dari awal ujian dan hanya selisih tiga hari dari berakhirnya UN utama.
Ujian susulan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan hak ujian kepada murid yang berhalangan mengikuti UN, terutama karena sedang menderita sakit berat. Kasus yang dialami anak saya bahwa saat UN berlangsung, ia sedang dirawat di rumah sakit dan belum sembuh/masih dirawat.
Jika anak saya sembuh satu hari sebelum jadwal ujian susulan, apa manusiawi memaksakan anak yang masih lemah dan proses pemulihan harus mengikuti ujian? Sebagai orangtua murid, saya berharap agar Kemdiknas, yang merupakan lembaga pencerdasan bangsa, cerdas pula dalam menyusun jadwal ujian susulan UN dengan memperhitungkan perkiraan kewajaran jumlah hari sakit dan jumlah hari pemulihan.
Mengundurkan jadwal ujian susulan dengan jeda tiga minggu dari ujian utama lebih bijaksana dan pengaturan waktu itu sangat dimungkinkan karena tahun ini Kemdiknas telah memajukan jadwal UN. Meski ada kesempatan ujian ulangan pada bulan Mei 2010, sebaiknya hak ujian utama tidak diabaikan dan tetap merupakan hak siswa dengan mengundurkan jadwal ujian susulan.
Aris Widjaja Karang Tengah, Tangerang, Banten
Jumlah Sekolah Internasional Terbatas
Beberapa waktu terakhir, Kemdiknas mengeluarkan PP No 17 Tahun 2010. Dalam waktu tiga tahun, sekolah internasional wajib menyesuaikan berbagai peraturan, seperti label internasional harus dihapuskan, memasukkan kurikulum nasional, dan peserta didik wajib mengikuti ujian nasional. Patut disambut positif, upaya penertiban dan pengawasan sekolah internasional, dan juga sekolah dan lembaga pendidikan secara umum, harus legal.
Akan tetapi, ada yang kurang pas jika alasan "jangan sampai nanti siswa menjadi korban, mereka harus diselamatkan". Padahal, selama ini cukup banyak siswa yang tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi dalam negeri karena tak ikut ujian nasional. Ratusan sekolah internasional di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan jumlah sekolah negeri dan swasta. Jumlah yang besar harus lebih diperhatikan, bukan yang kecil.
Kalau mau jujur, kurikulum nasional dan persoalan ujian nasional membuat peserta didik dan juga orangtua menjadi lebih stres dan melelahkan. Banyak waktu yang harus disiapkan untuk mengejar angka/kelulusan dan setelah lulus hanya sebagian kecil bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Sisanya ke mana? Bukankah saat ini masih banyak lulusan D-3, S-1, dan S-2 yang menganggur atau berpenghasilan UMR saja?
Biarkan sekolah internasional mempunyai kurikulum yang berbeda dan pilihan masuk ke sekolah internasional menjadi tanggung jawab orangtua. Apalagi pemerintah sudah menyiapkan ujian kesetaraan (paket A, B, C) jika siswa sekolah internasional hendak masuk ke perguruan tinggi dalam negeri.
Pemerintah tidak perlu mengobok-obok sekolah internasional yang jumlahnya terbatas dan berlokasi di kota kota besar. Namun, sebaiknya lebih memprioritaskan peningkatan kualitas dan kesejahteraan untuk yang jumlahnya ratusan ribu yang ada di kabupaten/kecamatan seluruh Indonesia.
Triesno Darmawan DSB Delta Pelangi III, Waru, Sidoarjo, Jatim
Sertifikasi Guru Agama Tersendat
Sesudah sekian tahun menunggu dan menunggu serta bertanya kepada dinas terkait tentang sertifikasi, bersama ini kami sampaikan keluhan kepada Mendiknas dan Menag. Sertifikasi portofolio bagi guru sudah bergulir sejak tahun 2006. Semua disambut dengan senyum oleh para guru yang memenuhi syarat. Namun, tidak demikian bagi guru agama. Para guru agama benar-benar diuji ketekunan, ketabahan, dan kesabarannya karena sampai saat ini sertifikasi bagi guru agama yang ditangani oleh Kementerian Agama tidak selancar yang ditangani oleh Kemdiknas.
Yang paling kecewa adalah guru-guru yang berasal dari Kemdiknas (NIP 13 ....) dan paling dirugikan karena teman sejawat yang melalui Kemdiknas telah menikmati tunjangan sertifikasi, tetapi para guru agama harus menggigit jari. Yang lebih menyakitkan, sepertinya Kementerian Agama dalam membuat nominasi tidak berdasarkan daftar urut kepangkatan (DUK) sehingga guru tua yang sudah hampir pensiun belum masuk nominasi, tetapi guru yang baru memiliki masa kerja tiga atau lima tahun malah sudah terjaring.
Proses sertifikasi begitu melelahkan karena memakan waktu hampir dua tahun, belum lagi "assesor" yang ditunjuk berada jauh di provinsi lain. Mohon perhatian Kemdiknas karena dirugikan oleh kinerja Kementerian Agama. Sebaiknya sistem diubah, yaitu bagi guru agama yang berasal dari Kemdiknas tetap secara administrasi diproses oleh Kemdiknas dan untuk penentuan nilai melalui "assesor" yang ditunjuk Kementerian Agama. Bagi guru yang dirugikan, agar sertifikasi berlaku surut.
FYM HIDAYAT Jalan Rambutan 9/12, Kraton, Tegal, Jateng
Transkrip Tanpa Nilai Kuliah
Saya guru sekolah dasar. Sesuai dengan anjuran pemerintah, saya melanjutkan kuliah di Universitas Terbuka (masa registrasi: 20091 NIM 818215529 - tanggal lahir 20 Juli 1965). Tetapi, ketika ujian, saya mendapatkan transkrip nilai yang tidak ada nilainya dan ini disebabkan dalam transkrip itu tertulis nama Mustofa, tanggal lahir 20 Juli 1962. Tentu nilai tidak akan keluar.
Bagaimana supaya nilai saya bisa keluar, oleh pengelola UBJJ dinyatakan telah diurus. Namun, sampai sekarang kenyataannya tidak keluar dan saya disuruh mengulang. Padahal, kesalahan bukan pada saya karena dalam registrasi sudah benar dan menulis di blangko ujian juga sudah benar. Bila mengulang, yang membiayai siapa? Kalau biaya sendiri tentu keberatan sebab saya masih membiayai kuliah anak.
Sebagai guru yang ingin meningkatkan mutu pendidikan, menjadi kurang bergairah dengan adanya kasus ini. Bagaimana saya harus bersikap? Sudah dua semester nilai tidak keluar, apakah harus selesai kuliah menjelang umur 50 tahun dan baru ikut sertifikasi? Mohon bantuan pihak terkait agar saya bisa melanjutkan kuliah dengan nyaman dan bisa mendapatkan ilmu yang bisa diturunkan kepada para murid.
Mustofa Bin Pardi Kalikondang RT 04 RW 04, Demak, Jateng
Sumbangan untuk Peduli Pendidikan
Sebagai wali murid SD SN Rawajati 08 pagi, Jakarta Selatan, saya merasa kecewa dengan kondisi belajar-mengajar di sekolah, khususnya mutu pendidikan yang sekarang menyandang status standar nasional, tetapi kenyataannya seperti sekolah reguler. Dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini, mutu pendidikan menurun. Kondisi diperparah lagi, yaitu dengan pungutan sumbangan rutin bulanan uang masuk dari para murid baru kelas I tahun ajaran 2009-2010, dengan dalih uang sumbangan peduli pendidikan.
Permintaan secara lisan dan langsung kepada orangtua siswa/murid baru, yang masuk pada pertengahan tahun ajaran 2009-2010, dengan nilai mulai dari Rp 3 juta. Imbauan pungutan sumbangan uang tidak resmi kepada para murid kelas I sampai dengan kelas VI oleh pihak sekolah dengan melalui tangan Panitia Pembentukan Komite Sekolah (PPKS) yang tidak legal karena PPKS tidak ada di peraturan/Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Wadah resmi organisasi yang mewakili orangtua murid adalah Komite Sekolah.
Pada tahun ajaran 2009-2010, kepala sekolah mengedarkan surat kepada para orangtua murid yang menyatakan, tahun ajaran 2009-2010 pihak sekolah tidak mengadakan iuran bulanan/sekolah gratis, dan sampai saat ini surat ini belum dicabut. Kekhawatiran orangtua murid, para murid akan diperlakukan sebagai anak tiri oleh para guru karena orangtua tidak menyumbang peduli pendidikan.
Suhatma Bojong Gede, Bogor
Siswi TK Cidera Saat Karya Wisata
Putri saya yang duduk di kelas AB-3 TK Birrul Waalidain, Bogor, mengikuti karya wisata ke Taman Mini Indonesia Indah, Jaktim, yang diadakan sekolah (3/3). Saat itu saya tidak dapat mendampingi karena harus bekerja, sedangkan istri merawat anak kedua yang masih balita dan tidak memungkinkan untuk ikut dibawa dalam acara itu. Karya Wisata ini bersifat wajib karena akan masuk dalam nilai rapor.
Namun, kejadian mengejutkan baru diketahui oleh istri saya ketika menjemput di sekolah. Saat para peserta keluar dari bus, anak saya justru tidak segera terlihat turun. Baru beberapa saat kemudian beberapa guru seperti kebingungan dan memberi tahu bahwa anak saya mengalami kecelakaan. Tidak jelas apa yang dikatakan oleh guru atau mungkin karena istri saya begitu panik melihat anak yang saat berangkat dalam keadaan sehat, tetapi pulang dalam keadaan kaki berbalut perban.
Setelah tiba di rumah, putri saya mengatakan bahwa kakinya tertimpa besi. Melihat kondisi kakinya yang terlihat bengkak, keesokan harinya diperiksa ke dokter. Hasil foto rontgen tanggal 4 Maret 2010 menunjukkan, terjadi pergeseran tulang sebelah kanan. Jika merujuk pada hasil ini, tentu telah terjadi sesuatu yang serius karena tidak sekadar memar. Sudah sebulan lebih kejadian, tetapi belum ada keterangan resmi dari pihak sekolah. Saat karya wisata, kepala sekolah dan ketua yayasan ikut.
Dian Indra Kencana Bukit Kayu Manis P-8A, Tanah Sareal, Bogor
Tunjangan Dosen Lolos Sertifikasi
Pada bulan Juli 2009, saya dan teman-teman dari PTS di Jawa Timur (Kopertis Wilayah VII) mengikuti sertifikasi dosen. Saya sendiri ikut dengan penyelenggara dari Universitas Brawijaya, Malang, Jatim (5 Agustus 2009), dan dinyatakan lolos. Sertifikasi ditandatangani oleh Rektor Unibraw Prof Dr Yagi Sugito, dan konon bagi yang lolos akan mendapatkan tunjangan profesi dosen dari pemerintah.
Hingga saat ini tunjangan tidak pernah ada dan belum tahu kapan dan bagaimana mekanisme proses turunnya? Bagi dosen PTS yang umumnya berpenghasilan pas-pasan, tunjangan tersebut sangat berarti tidak hanya untuk menghidupi keluarga, tetapi juga untuk meningkatkan kreativitas dan pemutakhiran ilmu melalui buku dan seterusnya. Mohon penjelasan dari yang berwenang menangani masalah ini.
Redi Panuju Taman Pondok Jati AK 9, Geluran, Sidoarjo, Jatim
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/25/05051545/redaksi.yth

Tidak ada komentar:
Posting Komentar