07 Februari 2010

Pembelajaran Kooperatif Lebih Menyiapkan Siswa

Model pembelajaran dril, hafalan, dan metode paksaan semata agar lulus ujian negara tak sepenuhnya memajukan siswa, baik dalam bidang pengetahuan maupun kehidupan. Metode pembelajaran kooperatif yang membuat siswa senang belajar sendiri jauh lebih unggul dibandingkan pembelajaran kompetisi.

"Model pembelajaran kooperatif juga menyiapkan siswa sebagai agen perubahan untuk masa depan yang lebih damai dengan pendidikan yang berkualitas," kata praktisi pendidikan, Prof Anita Lie, Sabtu (6/2), dalam seminar "Pembelajaran Kooperatif dan Konstruktivistik sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan".

Seminar diselenggarakan dalam rangka peringatan 60 tahun Yayasan Bernardus Sekolah Theresiana di Semarang, Jawa Tengah. Pembicara lain adalah mantan Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Paul Suparno dan pengajar di Universitas Negeri Semarang, Sc Mariani.

Anita Lie mengatakan, saat ini siswa dihadapkan pada dua pilihan model pembelajaran, yaitu pembelajaran kooperatif dan kompetisi. Model pembelajaran kompetisi memang punya kelebihan, yakni ada kegembiraan, motivasi, dan semangat untuk menang pada diri siswa. Model kompetisi lebih mengarahkan siswa mengejar nilai tertinggi.

Namun, model pembelajaran kompetisi memiliki kekurangan. Siswa yang lamban akan terstigma dan terpinggirkan, punya perasaan negatif di antara lawan, menolak berbagi, dan tidak saling membantu. Karena fokus pada menang-kalah, bukan pada proses belajar, kegiatan kompetisi pun merupakan tujuan, bukan jalur untuk belajar. "Model kompetisi juga menyebabkan siswa berusaha menang dengan segala cara," kata Anita Lie.

Sc Mariani menambahkan, hal sebaliknya terjadi pada sekolah yang menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran pada siswa bisa lebih berlanjut. Relasi interpersonal pun lebih baik. Ikatan siswa dengan latar belakang beragam lebih kuat, di samping akan memiliki rasa percaya diri yang lebih baik.

Untuk membuat proses pembelajaran lebih kooperatif, sekolah perlu membangun minat intrinsik, memperbanyak fasilitasi interaksi tatap muka, dan membangun saling ketergantungan positif. Sekolah juga perlu memastikan akuntabilitas individu dan kelompok yang muaranya dapat mengembangkan keterampilan interpersonal karena proses kelompok.

Paul Suparno menekankan hal lain. Menurut dia, pembelajaran konstruktivistik penting untuk peningkatan mutu pendidikan. Pembelajaran model ini juga membantu pendidik menyadari bahwa model pembelajaran hafalan atau paksaan kurang tepat untuk menjadikan siswa senang belajar dan belajar sendiri.

Dengan model itu, siswa akan membuat penalaran dengan apa yang dipelajarinya, mencari makna, serta membandingkan dengan apa yang diketahui melalui pengalaman baru. (who) - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/07/02500856/pembelajaran.kooperatif.lebih.menyiapkan.siswa.

Tidak ada komentar: