[JAKARTA] Sekolah menengah kejuruan (SMK) akan membutuhkan 217.000 guru dalam tiga tahun ke depan. Jumlah itu, dua kali lipat dari jumlah total guru SMK yang ada saat ini, yaitu sekitar 94.000 orang.
"Jumlah sebanyak itu tidak bisa diperoleh dari pemerintah saja," kata Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Joko Sutrisno kepada SP di Jakarta, Kamis (14/5).
Guna mengantisipasi kekurangan guru SMK, terangnya, Depdiknas bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi. Tahun ini, ada delapan perguruan tinggi yang sudah mengadakan memo kesepakatan kerja dengan Depdiknas untuk melaksanakan program KKN tematik.
Perguruan tinggi itu, di antaranya Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS), Universitas Negeri Surakarta (UNS), Universitas Negeri Makassar, Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri Medan, dan Universitas Gajayana Malang.
Beberapa jenis keterampilan yang bakal diajarkan oleh mahasiswa ini, antara lain pertanian, ekonomi, bisnis, manajemen, dan teknologi. "Untuk periode kedua pada tahun 2009 ini, untuk menanggulangi kekurangan guru di SMK, sebanyak 700 mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonesia akan dikirim, mengajar di 10 provinsi di Indonesia," katanya.
Mahasiswa yang mengajar, katanya, akan mendapatkan honor sesuai dengan keadaan wilayahnya/provinsi dengan honor minimal Rp 800.000 hingga Rp 1,3 juta per bulannya. "Untuk periode pertama tahun lalu, sebanyak 600 mahasiswa yang mengajar di SMK," katanya.
Selain mahasiswa, Joko mengatakan, Depdiknas juga menggandeng TNI dan dilibatkan dalam program TNI Manunggal Membantu Pendidikan. Pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar SMK juga akan dilakukan melalui pola kemitraan dengan dunia industri. yakni dengan mengundang pihak industri untuk menjalin kerja sama dengan SMK-SMK, baik sebagai lokasi praktik kerja maupun dengan cara langsung mendatangkan pelaku industri ke SMK-SMK sebagai tenaga pengajar.
Sarana Mencapai Tujuan
Sementara itu, Wapres M Jusuf Kalla saat bersilaturahmi dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) di Gedung Guru, Jakarta, Kamis (14/5) petang, mengatakan, pendidikan adalah sarana untuk mencapai tujuan, yakni kemakmuran bangsa. Namun, anggaran pendidikan 20 persen bukanlah tujuan, tetapi cara mencapai tujuan untuk memajukan bangsa ini.
"Angka 20 persen bukanlah batasan, hanyalah minimum, bisa saja 25 persen. Karena itu, selama pendidikan belum baik, berapa pun harus kita usahakan," tegas Wapres.
Pada kesempatan itu Wapres juga mengungkapkan betapa pentingnya ujian nasional (UN). Menurutnya, UN telah mematok nilai kelulusan. [W-12/M-16]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar